Wednesday, November 29, 2006

Kesurupan

Indonesia.. Indonesia.. Penyakit-penyakit aneh nampaknya senang sekali menjangkiti negeri yang disebut-sebut sebagai zamrud khatulistiwa ini. Mulai dari polemik tayangan Smack Down yang sudah menyantap korban seorang bocah sembilan tahun, masalah lumpur Lapindo yang tidak tuntas-tuntas, sampai masalah yang menurut saya sangat lucu yaitu kesurupan. Kelucuannya bukan terletak pada kejadian kesurupan itu sendiri tapi dari cara orang-orang menanggapi dan mengatasi masalah ini.

Coba perhatikan di detik.com, kira-kira ada empat puluh berita bertajuk kesurupan. Semuanya mewartakan mengenai kesurupan yang terjadi di berbagai pelosok negeri ini. Ada juga beberapa komentar dari tokoh-tokoh masyarakat, misalnya dari ketua PWNU Jatim Ali Maschan Moesa, bapak yang satu ini berkomentar bahwa kesurupan adalah hal yang biasa, jin tidak akan menyakiti hanya menggoda saja, ujarnya seolah-olah sering berjumpa dengan makhluk gaib satu ini. Lain lagi reaksi dari Panglima TNI Marsekal Djoko Soeyanto, beliau memerintahkan jajarannya untuk mencermati kejadian ini karena menurutnya - meski dengan logika yang kabur - kejadian ini setara dengan berbagai teror bom yang terjadi dan kemungkinan besar akan mengancam kesatuan NKRI. Wah gawat juga, mungkin menurut bapak jendral kesurupan merupakan usaha teror dari para dedemit dan makhluk halus kepada kita - entah karena alasan apa.

Untungnya dari sekian tanggapan dan reaksi masih ada satu komentar yang waras. Psikolog UI Sartono Mukadis mensinyalir bahwa kejadian ini hanyalah masalah labilitas kepribadian. Dulu, sahutnya, pada masa-masa jaya Ali Sadikin banyak sekali bangunan dibongkar, namun tidak pernah ada kejadian kesurupan (menanggapi komentar bahwa kesurupan terjadi karena jin-jin terusir dari bangunan yang dibongkar). Justru pada sekarang ini, pada saat tayangan mengenai alam gaib berjamur, kesurupan terjadi di mana-mana. Yah jadi ini semua hanya masalah psikologi saja.

Seperti yang sudah saya bilang, yang lucu adalah bukan kejadiannya, tapi tanggapan dan reaksi masyarakat terhadap fenomena ini. Menurut saya sendiri fenomena ini menarik karena dua alasan. Pertama, karena mayoritas yang terjangkiti kesurupan adalah perempuan. Kedua adalah karena fenomena ini selalu berawal dari satu titik. Maksudnya adalah ada seorang yang mengalami kesurpuan lalu tiba-tiba beberapa orang lain ikut-ikutan kesurupan.

Kenapa mayoritas perempuan? Saya ingat dulu pernah membaca koleksi pidato psikolog Sigmund Freud dan pada salah satu pidatonya ia menerangkan mengenai percobannya untuk menyembuhkan wanita yang terkena penyakit histeria. Histeria adalah salah satu jenis conversion disorder dalam psikologi. Perhatikan definisi conversion disorder yang saya dapatkan dari wikipedia :

"Conversion Disorder
is a DSM-IV diagnosis which describes neurological symptoms such as weakness, sensory disturbance and attacks that look like epilepsy but which cannot be attributed to a known neurological disease. It is most common in the developing world and lower socio-economic groups where access to healthcare and neurological investigation is poor."

Coba kita amati kata-kata terakhir dari definisi ini ..developing world and lower socio-economic groups where access to healthcare and neurological investigation is poor.. membacanya saya jadi ingat suatu negara, negara apa ya??

Pada akhir abad ke-19 dan awal abad 20 sindrom histeria mewabah di Eropa, terutama bahkan hampir semua dialami oleh wanita karena itulah penyakit ini biasa diacu sebagai female hysteria daripada hysteria saja. Coba lihat grafik di bawah ini yang saya ambil dari wikipedia:


Grafik ini menunjukkan tesis dari psikiater di perancis mengenai histeria. Terlihat bahwa pada akhir abad 19 sampai awal abad 20 jumlah tesis di bidang ini meningkat tajam, namun setelah tahun 1910 jumlah tesis menurun drastis. Penurunan ini mungkin karena sudah sedikitnya penderita histeria pada awal abad 20 yang disebabkan meningkatnya taraf sosial ekonomi masyarakat Eropa itu sendiri.

Kesurupan yang marak terjadi sekarang mungkin adalah fenomena yang sama seperti female hysteria yang terjadi di Eropa seabad lalu. Tentu saja kalo kita mau dengan serius menanggapi masalah ini tak usahlah dengan memanggil dukun-dukun segala. Coba tingkatkan saja taraf sosial dan ekonomi masyarakat.

Beranjak ke alasan kedua. Kesurupan itu menular. Tidak heran sebenarnya, karena dalam ilmu psikologi pun dikenal namanya collective hysteria atau mass hysteria. Sekali lagi saya harus meminta tolong wikipedia untuk definisi mass hysteria:

"Collective hysteria, or mass hysteria, is the sociopsychological phenomenon of the manifestation of the same hysterical symptoms by more than one person. It may begin when a group witnesses an individual becoming hysterical during a traumatic or extremely stressful event. A potential symptom is group nausea, in which a person becoming violently ill triggers a similar reaction in other group members."

Histeria massa ini saya pikir tidak terjadi dalam batasan suatu ruang dan waktu tertentu saja. Kejadian kesurupan demi kesurupan di berbagai tempat juga bisa dikatakan sebagai histeria masa. Misalnya seorang siswi SMP melihat seorang buruh wanita kesurupan di TV, saking ketakutannya esoknya secara tiba-tiba ia mengalami histeria yang diikuti beberapa temannya, begitu seterusnya. Jadi jelas media pun ikut andil dalam memperparah kondisi ini dengan menakut-nakuti masyarakat - menyebut kejadian ini sebagai kesurupan pun sudah termasuk menakut-nakuti masyarakat. Kondisi masyarakat kita yang pada umumnya memiliki taraf sosial ekonomi yang rendah jelas memudahkan penyebaran histeria massa ini.

Yah sebagai penutup, untuk para tokoh masyarakat ada baiknya untuk berpikir rasional dan tidak memperkeruh situasi dan semakin membuat masyarakat ketakutan. Sekian ah...

Monday, November 27, 2006

Other version...

Ada apa sih dengan feminisme? Banyak sekali wanita yang menyuarakan emansipasi, persamaan, dan jargon-jargon lainnya. Contoh sederhananya adalah kakak perempuan saya sendiri. Di rumah ia sering sekali berkicau mengenai masalah-masalah seperti ini. Misalnya jika di TV ada tayangan kekerasan kepada perempuan, ia akan merasa senang sekali, dan berkata dengan puas "Nah kan!! Apa saya bilang...". Intinya adalah ia merasa bahwa ada semacam diskriminasi gender yang ada dengan sendirinya dan kadang kala tanpa disadari. Suatu hegemoni pria atas wanita yang mendapatkan pembenarannya dari sistem masyarakat yang berlaku saat ini.
Buat saya sendiri sepertinya kok diskriminasi seperti ini tidak terlalu kentara yah? Apa karena saya laki-laki? Saya tidak pernah merasa dibedakan atau misalnya diistimewakan oleh masyarakat karena saya seorang pria. Kalau antri di bank, misalnya, saya kan tidak punya hak khusus untuk dilayani terlebih dahulu daripada perempuan.

Tapi bagaimanapun juga masalah feminisme ini dapat dilacak pada momen-momen paling awal penciptaan manusia. Coba baca cerita berikut ini:
Sekitar lima juta tahun lalu, di suatu sore yang cerah, Tuhan memutuskan untuk berjalan-jalan di bumi. Ia melihat berbagai ciptaan-Nya dan memutuskan bahwa sekaranglah waktu yang tepat untuk menciptakan 'Manusia'. Lalu dengan terburu-buru Ia memanjat kembali ke surga, kemudian menciptakan seorang manusia yang Ia beri nama Siti Hawa.
Mulailah masa-masa Hawa di surga. Ia berjalan ke sana kemari. Minum susu dari sungai dan memakan buah dari pepohonan tanpa harus susah payah memanjat. Setelah ia lelah berjalan-jalan, ia mulai memperhatikan satu jenis hewan yang ada di surga - kerbau tepatnya, siapa bilang tidak ada kerbau di surga? - . Kerbau itu tidak berjalan sendirian, tapi selalu dua-dua, berpasangan. Dengan keheranan Hawa bertanya kepada Tuhan.
Hawa : "Tuhan, mengapa mereka berjalan berpasang-pasangan?"
Tuhan: "Itu karena mereka adalah suami istri Hawa."
Hawa : "Mengapa saya tidak memiliki pasangan? Tuhan, saya juga ingin memiliki pasangan hidup..."
Tuhan, karena ia adalah Tuhan, tentu sudah tahu masalah yang akan timbul karena permintaan ini. Kemudian dengan bijaksana menjawab,
Tuhan : "Tentu saja saya bisa memberikan pasangan kepadamu. Pasanganmu akan berbeda denganmu, dalam banyak hal sebenarnya. Tubuhnya akan lebih besar, lengan-lengannya lebih kuat dan kekar. Ia bisa membangunkanmu rumah, ia bisa membawa hewan seperti kerbau ke bawah kakimu. Namun, semua itu ada harganya. Pasanganmu yang akan Aku ciptakan ini, memiliki bawaan yang keras. Ia sangat egois, tidak mau kalah, dan suka menang sendiri. Ia tidak suka diatur-atur olehmu. Ia merasa sebagai makhluk paling pintar di muka bumi ini, meski sebenarnya pasanganmu itu adalah salah satu makhluk terbodoh yang pernah Aku ciptakan selama ini. Nah, sekarang kamulah yang harus memilih apakah masih mau memilki pasangan yang seperti ini?"
Hawa, karena ia adalah perempuan, langsung menjawab tanpa berpikir,
Hawa : "Aku mau,, Tak apalah, asalkan aku memiliki pasangan juga."
Melihat keinginan Hawa yang kuat ini, Tuhan pun akhirnya luluh juga. Mulailah ia menciptakan manusia lain yang ia beri nama Adam. Tepat sebelum Adam mulai bangun, Tuhan berteriak pada hawa,
Tuhan : "Nah, sekarang Hawa, cepat-cepat sembunyi!! Jangan sampai Adam tahu bahwa Aku menciptakanmu lebih dulu, tidak baik untuk egonya..."

Hihi, kira-kira seperti itu ceritanya. Jadi, kesimpulannya adalah semua gonjang-ganjing soal feminisime ini semua adalah salah perempuan. Kenapa juga sedari awal Hawa meminta Tuhan menciptakan kaum pria??

Sunday, November 05, 2006

Life of Pi

Yann Martel menulis Life of Pi pada tahun 2001. Namun, buku ini baru keluar di Indonesia pada tahun 2005. Sepertinya ini sudah menjadi pola, buku-buku bagus selalu terlambat 4 atau 5 tahun untuk diterjemahkan ke Bahasa Indonesia. Tidak ada pasar mungkin, atau mungkin juga tidak ada kejelian dari pihak penerbit untuk mengetahui buku mana yang bagus atau tidak sehingga perlu untuk dilempar ke pasaran. Biasanya setelah buku tersebut beredar setahun dua tahun di pasaran dan kemudian menjadi hit, di-shortlisted untuk penghargaan tertentu barulah para penerbit sudi untuk bersusah payah menerjemahkan dan lalu melepasnya ke khalayak.

Buku ini memperoleh penghargaan Man Booker Prize, meskipun dengan banyak anggapan bahwa pemberian penghargaan ini adalah suatu kesalahan. Alasannya sederhana saja, Yann Martel dituduh melakukan plagiarisme. Martel dianggap mencuri gagasan dari penulis Brazil keturunan Yahudi, Moacyr Scliar, meskipun Martel dalam novelnya sudah menuliskan rasa terima kasih pada penulis Brazil ini. Scliar pun menuntut meskipun kemudian dibatalkannya setelah lobi-lobi yang dilakukan oleh Martel.

Terlepas dari semua tudingan dan perkara ini, The Life of Pi adalah novel yang bagus, jika enggan mengatakan luar biasa. Seperti yang dikatakan oleh salah satu tokohnya, "Setelah mendengar cerita ini, kamu akan percaya pada Tuhan". Cerita luar biasa ini berkisah mengenai pejuangan bertahan hidup seorang bocah bernama Piscine Moritol Patel - Pi. Pi, pada suatu malam di tahun 1977, karam di tengah samudra pasifik. Hanya ia satu-satunya manusia yang berhasil selamat dan dengan aman berada di atas sebuah sekoci. Namun, Pi tidak menyangka bahwa ia bukanlah satu-satunya makhluk yang selamat, karena di sekoci itu terdapat seekor hyena, zebra yang patah kakinya, seekor tikus, orang utan betina, dan yang paling mengejutkan adalah kehadiran seekor harimau Royal Bengal seberat 225 kilogram bernama Richard Parker.

Pemilihan nama Richard Parker sendiri ternyata cukup unik. Martel mengatakan bahwa pemberian nama Richard Parker pada harimau Royal Bengal tersebut diinspirasi setidaknya oleh tiga buah kisah. Sayangnya saya hanya mengingat satu kisah saja, karena kisah nyata ini sedikit membuat bulu kuduk berdiri. Pada tahun 1840, sebuah kapal tenggelam, hanya empat orang yang selamat. Tiga orang di antaranya adalah awak kapal sedangkan seorang lagi adalah penumpang kapal yang masih bocah. Setelah dua minggu terombang-ambing di lautan, pasokan makanan mereka habis. Tidak ada alat pancing, jala, atau apapun yang dapat menjadi alat bantu mendapatkan ikan kala itu. Setelah berhari-hari dalam kondisi seperti ini, akhirnya salah satu pelaut mendapatkan ide: supaya mereka dapat selamat, salah satu dari mereka harus berkorban. Bocah kecil itulah yang dipilih, tentu karena bocah ini yang paling lemah, dan bocah ini juga bukan salah satu dari mereka. Demikianlah dari hari ke hari, sedikit demi sedikit, sepotong demi sepotong, sesuap demi sesuap, mereka mulai memakan bocah ini hidup-hidup. Pada akhir cerita tiga orang pelaut ini selamat dan dibawa ke pengadilan atas tuduhan pembunuhan seorang manusia bernama Richard Parker, sang bocah.

Kembali ke Richard Parker sang harimau. Setelah beberapa minggu hanya dua makhluk yang berada dalam sekoci. Pi dan Richard Parker. Pi harus bertahan hidup dan dari titik inilah cerita menjadi benar-benar hidup.

Pada bagian-bagian akhir, cerita ini mulai menyimpang ke arah surealis-magis. Pertemuan dengan koki perancis buta yang terombang-ambing di lautan pasifik sampai pada pendaratan di sebuah pulau, yang kemudian diketahui bahwa ternyata pulau ini adalah kumpulan ganggang karnivora. Saya sedikit bingung pada titik ini, kesia-siaan, pikir saya. Sebuah cerita yang sudah dibangun di atas fondasi yang kokoh dan nyata harus berakhir seperti ini. Tapi kemudian, Martel membanting kembali cerita ini ke fondasinya yang kokoh. Pada saat Pi selamat dan dirawat di sebuah rumah sakit di Meksiko, ia didatangi dua orang Jepang yang bertugas untuk menyelidiki kecelakaan kapal yang dinaiki Pi, setalah mendengar cerita Pi mereka menyatakan keraguannya. Tidak mungkin, sahut kedua Jepang itu, seorang bocah, sebuah sekoci, dan seekor harimau terlalu sulit dipercaya oleh akal sehat. Terlebih lagi pulau karnivora dan pertemuan dengan koki perancis. Pada saat inilah Pi menceritakan versi lain cerita ini yang 'tanpa binatang-binatang' jika itu dapat memuaskan pikiranmu yang kering dan tanpa imajinasi, ucapnya. Tentu saja andalah yang memilih antara 'versi dengan binatang-binatang' dan 'versi lain yang tanpa binatang-binatang' yang kering dan tidak imajinatif.

“If you stumble at mere believability,” Pi replies, “what are you living for?… Love is hard to believe, ask any lover. Life is hard to believe, ask any scientist. God is hard to believe, ask any believer.”