tag:blogger.com,1999:blog-278531092024-03-07T13:02:04.165+07:00Dinner at SurrealityIkhsanhttp://www.blogger.com/profile/14743883581739911250noreply@blogger.comBlogger18125tag:blogger.com,1999:blog-27853109.post-47190962224903188912009-03-02T19:46:00.003+07:002009-03-02T19:56:15.381+07:00Don't do this maann!!I must tell you first where I live for the last few months. I live in boarding house behind Perbanas. Perbanas is a college, full of young students; so you see every morning and afternoon I go pass Perbanas, pass awesome female students, dress up with my office suite, which are out dated shirt and boring black pants, and a belly that is sticking out of my pants trying to out walk me. They are cheering and laughing at each other; while I hurried pass them, hoping that they will not notice me even a bit. Hah! You could regard it as a walk of shame, almost.<br /><br />This afternoon, though, I was quite surprised. There were two guys; they are not too old, maybe around early twenties. They work for IM3 and clearly work for some marketing gimmick or such. They dressed up in bright color: yellow and purple; wore white make up on their faces and the funniest thing was they wore afro frizzy wig (kribo in bahasa). Oh My God!<br /><br />Because it was in the afternoon, the students were hanging out on the street like a herd of sheep, they were everywhere.<br /><br />And those two guys should have been giving out flyers or something but instead they were just squatted in the sidewalk, clueless or may be shocked. Common man, you do not have to humiliate yourself among your peers like that! Hah! I wonder who dragged them to this predicament.<br /><br />It is ok dress up like that in the middle of the street, who cares man? Cars are just passing around endlessly. But dressing up like that next to a college, especially a college that is famous for its female students? Man you are just going to embarrass yourself.<br /><br />My suggestion is wash up that make up, put down that wig, and find another job.Ikhsanhttp://www.blogger.com/profile/14743883581739911250noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-27853109.post-18061958665060298492009-03-02T17:47:00.001+07:002009-03-02T18:30:54.931+07:00The White TigerThe internet will decide the faith of book publishers. And I think it’s going to be as grim as hell. Few days ago, I downloaded The White Tiger e-book illegally. Hah! Eat that publisher! Come and arrest me, if you dare!<br /><br />But probably not; just yesterday when I was floating around Sudirman, the Aksara bookstore sucked me with a gigantic force, at that moment some strange mystical power made me succumbed and bought The White Tiger legal version. Oh yeah!<br /><br />I just finished the book.<br /><br />Well the thing is, just before I read the book I had just finished watching Slumdog Millionaire. The theme resemblance is striking. It is not 100% the same but it deals with this one common issue: social caste climbing.<br /><br />The main story revolves around this one boy – or two if it is in Slumdog – who wants to get rich, period. And the ways they climb the social ladder are through murdering, cheating, bribing, and all other degenerated doings that you could ever imagined.<br /><br />What makes it different is of course the story telling style. What I like best from The White Tiger is the sense of humor that the writer seems posses. It is bitter and surprisingly funny at the same time. You could laugh intensely and without any guilty feeling doing so to the misfortune of the main character, Balram Halwai. Just like when Mr. Ashok, the employer of Balram, asked Balram a few questions in front of Pinky Madame, Mr. Ashok’s wife. The questions were as simple as how many planets on our solar system and the name of the continent where India is, yet Balram answered it incorrectly. Mr. Ashok continued, unintentionally mocking Balram, that to this kind of half-baked people the future of India is being entrusted as if Balram was not there.<br /><br />So my final conclusion is that the story is not extraordinary, it is just another Hindi movie being written in a book. But, I must admit, the story telling is such a page turner that I cannot lay the book for hours.<br /><br />I rate this as a good reading! Buy it folks or if you are too broke just download it from the internet! The publisher would not know. Hah!Ikhsanhttp://www.blogger.com/profile/14743883581739911250noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-27853109.post-91229687492818392112007-08-18T18:21:00.000+07:002007-08-18T18:49:09.239+07:00Programmer Personality TypeI browsed Habib's Blog (IF2000) and got this interesting <a href="http://www.doolwind.com/index.php?page=11">test</a>.<br /><br />Hmm.. The result explains a lot.<br /><br />Anyway this is the first time I write in English. I break my sacred rule with doing this though. I always feel that the best thing an Indonesian blogger could do is just to write their blog in Bahasa, a little bit nationalism won't hurt you.<br /><br />Your programmer personality type is:<br /><br /> <b><span style="font-size:180%;">DHTB</span></b><br /><br /><b>You're a <span style="font-size:180%;">D</span>oer.</b><br /> You are very quick at getting tasks done. You believe the outcome is the most important part of a task and the faster you can reach that outcome the better. After all, time is money.<br /><br /><br /><b>You like coding at a <span style="font-size:180%;">H</span>igh level.</b><br /> The world is made up of objects and components, you should create your programs in the same way.<br /><br /><br /><b>You work best in a <span style="font-size:180%;">T</span>eam.</b><br /> A good group is better than the sum of it's parts. The only thing better than a genius programmer is a cohesive group of genius programmers.<br /><br /><br /><b>You are a li<span style="font-size:180%;">B</span>eral programmer.</b><br /> Programming is a complex task and you should use white space and comments as freely as possible to help simplify the task. We're not writing on paper anymore so we can take up as much room as we need.Ikhsanhttp://www.blogger.com/profile/14743883581739911250noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-27853109.post-53526438211554537892007-08-14T20:14:00.000+07:002007-08-19T15:15:59.362+07:00Undercover Economist<p align="justify">Sudah pernah baca Undercover Economist-nya Tim Harford? Nah seperti itulah seharusnya buku ekonomi ditulis. Renyah, kocak, penuh dengan contoh yang bersentuhan dengan kehidupan sehari-hari, intinya, ini adalah the best book ever untuk genre ekonomi yang pernah saya baca, disusul oleh Freakonomics tentu saja. Tapi, in my humble opinion, bahkan Freakonomics sebagai runner up pun kalah jauh dari buku ini. </p><p align="justify"><br />Saya menjadi tambah suka buku ini ketika hari sabtu lalu nonton Alone di Bitzmegaplex. Ke sana nonton bareng Adhy, pacarnya Indri, dan temannya Cut. Setelah nonton, karena alasan yang sebenarnya tidak jelas (sebenarnya Adhy mau beli barang keperluan FKG, tapi buat saya tentu saja tidak jelas), kami memutuskan untuk pergi ke carrefour. Di sana ternyata ujung-ujungnya hanya menemani Adhy belanja barang-barang, jadi saya hanya mondar-mandir saja ke sana kemari melihat-lihat barang. Salah satu yang menarik adalah ada barang-barang dengan merk Carrefour. Barang-barang ini konon menurut temannya Adhy punya mutu jelek, kemasan jelek, dan tentu saja hanya menang di harga. Contohnya adalah cairan pembersih lantai merk Carrefour, cairannya encer, hampir-hampir seperti air. Sama saja seperti beli aqua :p. Terus kenapa barang-barang jelek dan murahan ini tetap dijual? </p><p align="justify"><br />Menurut buku Undercover Economist itu hanyalah strategi penjualan, sales gimick. Pemikirannya kurang lebih seperti ini. Di mata para kapitalis - semoga Tuhan memberkati mereka - , konsumen terbagi menjadi dua jenis saja, orang-orang yang price insensitive - mari kita sebut orang-orang ini tambang uang - dan price sensitive, atau si pelit. Banyak strategi yang sudah diterapkan dan makalah yang sudah ditulis agar si pelit dengan suka rela membeli barang yang ditawarkan penjual. Contohnya adalah diferensiasi harga. Secangkir kopi di starbukcks yang dijual dengan berbagai variasi harga adalah salah satu contohnya. </p><p align="justify"><br />Sebenarnya tantangan yang paling sulit adalah bagaimana menjamin si tambang uang untuk tidak membeli barang-barang yang lebih murah. Contoh untuk pasta gigi, ada sensodyne yang memiliki harga paling tinggi, disusul dengan pepsodent. Si tambang uang, tentu saja mampu membeli sensodyne, tapi tidak ada yang melarang ia membeli pepsodent kan? Nah jika ia membeli pepsodent ini akan merugikan Carrefour, tentu saja, menjual Sensodyne jauh lebih menguntungkan buat Carrefour karena keuntungannya lebih besar. Maka salah satu strateginya adalah dengan membuat produk dengan merk Carrefour. Biasanya disimpan dengan sengaja di deretan sensodyne dan pepsodent, punya desain produk yang lebih jelek, kering dan tidak sedap dipandang mata, dan tentu saja, kualitas odol yang boleh dibilang pas-pasan. Harapannya adalah pada saat si tambang uang melihat ketiga produk ini ia akan mendapatkan pesan bahwa semakin mahal harga produk semakin bagus pula produk tersebut - padahal tentu saja tidak seperti itu -. Nah, jika pun si tambang uang membeli pasta gigi Carrefour, Carrefour akan memastikan bahwa ia akan kecewa dengan kualitas barangnya. Jadi, pada saat ia membeli barang lagi di Carrefour ia tidak akan tanggung-tanggung untuk membeli pasta gigi dengan harga paling mahal. </p><p align="justify"><br />Ada risikonya tentu saja. Risikonya adalah pembeli yang kecewa dengan Carrefour, toh bagaimanapun juga barang tersebut membawa brand Carrefour ya kan? Tapi saya kira, Carrefour tidak akan kehilangan konsumen bagaimanapun juga. Konsumen datang ke Carrefour untuk membeli barang berbagai macam merk, bukan merk Carrefour. Brand positioning Carrefour bukan di lini produk tapi sebagai tempat membeli produk-produk tersebut. </p><p align="justify"><br />Nah ini ada lagi contoh strategi untuk memaksimalkan keuntungan dari si tambang uang. Contohnya adalah harga makanan di bioskop. Semua orang sudah maklum kalau harga makanan di bioskop selangit. Kenapa ada yang mau repot-repot beli makanan di bioskop? Maksudnya, saya tahu bahwa harga makanan di bioskop mahal dan jika saya seorang pelit maka saya membeli makan dari luar lalu menyelendupkannya ke dalam bioskop atau malah tidak membeli makanan sama sekali. Dan saya yakin orang-orang seperti saya banyak, lalu bukannya dengan demikian malah akan membuang-buang waktu menjual makanan di bioskop? Tapi sekali lagi, makanan di bioskop memang bukan ditujukan kepada si pelit tapi ke si tambang uang. Menurut buku itu, cara ini adalah untuk mengenali siapa yang tambang uang dan siapa yang pelit. Tambang uang ada di mana-mana, dan tugas kapitalislah dengan segala cara untuk mengenali mereka dan mengeruk duit mereka, heehehe...</p><p align="justify"><br />Buku ini memang benar-benar membuka mata saya. Gile kan, sekali jalan ke Paris Van Java saja saya sudah menemui banyak contoh dari buku itu yang benar-benar sedang terjadi! Baik itu sales gimick, strategi jualan, pricing, atau akal bulus kapitalis lainnya untuk mengeruk habis duit si tambang uang. (Ck dasar nih, berarti kita sedang dikeruk habis2an, katanya emang sih, kapitalis itu orang yang memutar otak (atau membayar orang lain untuk memutar otak) untuk mengeruk uang kita sampai rupiah terakhir, hmm, cara untuk selamat adalah tentu saja menjadi salah satu dari mereka, hahaha.. LOL). </p><p align="justify"><br />Sangat menantikan buku sejenis deh. </p><p align="justify"><br />NB: Salah satu contoh lainnya yang sangat menarik dijelaskan di buku itu adalah bagaimana kita tidak mungkin bisa membeli mobil bekas dengan kualitas bagus. Hehe.. argumentasinya unik. Kapan-kapan saya tulis di sini.</p>Ikhsanhttp://www.blogger.com/profile/14743883581739911250noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-27853109.post-90630626538818660322007-07-28T18:03:00.000+07:002007-07-29T17:29:24.184+07:00Roda F1<div style="text-align: justify;">Penasaran enggak sih, kenapa kalo nonton F1, ada saat-saatnya roda mobil seperti berputar ke belakang? Jadi roda seperti berputar ke belakang padahal jelas-jelas mobilnya melaju ke depan. Aneh gak?<br /><br />Nah, gak tau kenapa, tadi malam, waktu saya ada di travel dalam perjalanan ke Bandung, saya tidak bisa berhenti memikirkan ini. Mungkin gara-gara saya duduk di samping jendela, saya melulu melihat roda mobil yang melaju kencang. Atau mungkin memang saya ahlinya dalam memikirkan hal-hal tidak penting :p.<br /><br />Untungnya sebelum menginjakan kaki di Bandung saya dapat jawabannya. Sederhana juga sebenarnya. Kamu pasti ingat kalo misalnya nonton TV di dalam TV, gambarnya pasti berkedip-kedip. Itu karena gambar dalam TV tidak kontinyu, tapi ditampilkan sekian frame per detik. Untuk memberikan kesan kontinyu, jumlah frame ini harus banyak. Sekarang apa hubungannya dengan roda mobil?<br /><br />Penjelasan dari sekarang akan sedikit njelimet, jadi kalau yang tidak mau susah-susah mikir, mending jangan baca deh. Saya sudah memberi peringatan lho yah!<br /><br />Kita mulai dulu dari definisi roda maju dan mundur dalam konteks frame per detik dalam televisi.<br />1. Roda dianggap maju jika frame selanjutnya menampilkan roda sudah berputar antara 0° - 180°.<br />2. Roda dianggap mundur jika frame selanjutnya menampilkan roda sudah berputar antara 180° - 360°. Kenapa seperti ini? Sederhana saja, bayangkan jika di frame selanjutnya roda berputar 330°. Tentu saja sebenarnya roda bergerak maju, tapi bagi orang yang melihat frame selanjutnya, seolah-olah roda mundur 30°! Benar!<br /><br />Nah dari titik itulah saya bisa melanjutkan perumusan fenomena ini. Ada saat-saatnya roda diam, padahal roda itu maju, yaitu jika frame selanjutnya menampilkan roda setelah roda berputar tepat 360°, ada saat-saatnya kita tidak tahu apakah roda itu maju atau mundur, itu terjadi jika frame selanjutnya menampilkan roda setelah roda berputar 180 derajat. Dan ada saat-saat roda terlihat maju dan mundur. Seperti itulah kira-kira proses fisis dari fenomena ini.<br /><br />Sekarang kita siap untuk maju ke tahapan selanjutnya, yaitu membuat model matematis untuk proses ini.<br /><br />Dari Fisika Dasar, kita tahu jika ingin membandingkan frekuensi roda dengan frekuensi getaran biasa dan kita ingin mendapatkan hasil dalam sudut, kita harus memakai frekuensi sudut roda, dan bukannya frekuensi roda biasa.<br />Frekuensi sudut roda akan saya nyatakan dengan Fs.<br /><span style="font-family: webdings;">Fs = 2πf</span><br />f adalah frekuensi dari rotasi roda.<br /><br />Frekuensi frame televisi akan saya nyatakan dengan Ff.<br /><br />Dari proses fisik di atas, jelas bahwa roda dianggap maju jika memenuhi ketentuan sebagai berikut :<br /><br />0°< Fs/Ff < 180°<br /><br />2πn < Fs/Ff < 2πn + π<br /><br />2πn < 2 π f /Ff < 2πn + π<br /><br />2n < 2f /Ff < 2n + 1<br /><br />n < f/Ff < n + ½<br /><br />Roda dianggap mundur jika :<br /><br />180° < Fs/Ff < 360°<br /><br />2πn + π < Fs/Ff < 2πn + 2 π, dengan cara yang sama dengan di atas, kita memperoleh :<br /><br />n + ½ < f/Ff < n + 1<br /><br />n adalah bilangan cacah.<br /><br />Jadi kesimpulan dari semua perhitungan di atas sebenarnya sederhana saja, yaitu :<br />1. Jika perbandingan antara jumlah rotasi yang dilakukan roda dalam satu detik dengan frekuensi frame dalam satu detik antara n dan n + ½, maka kita akan melihat roda maju.<br />2. Jika perbandingan antara jumlah rotasi yang dilakukan roda dalam satu detik dengan frekuensi frame dalam satu detik antara n + ½ dan n +1, maka kita akan melihat roda mundur.<br /><br />Apa yang terjadi jika perbandingan tersebut tepat n? Maka kita akan mempresepsi roda diam, sedangkan jika tepat n + ½ kita tidak tahu apakah roda maju atau mundur.<br /><br />Karena itulah mengapa fenomena ini terlihat jelas pada saat tikungan. Pada tikungan, kecepatan mobil berubah drastis, jadi otomatis kecepatan perputaran roda pun berubah drastis, ujung-ujungnya akan mempengaruhi variabel Fs dalam rumusan di atas.</div>Ikhsanhttp://www.blogger.com/profile/14743883581739911250noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-27853109.post-59123921597307117162007-07-10T20:33:00.000+07:002007-08-15T17:56:35.840+07:00What a style..<div align="justify">Baru kali ini saya membaca buku sejenis My Name is Red kaya Orhan Pamuk. Saya yakin gaya bertutur multiple-point-of-view buku ini tidak orisinal-orisinal amat. Beberapa penulis Indonesia, sebut saja Ayu Utami, atau Dee dengan karya ambisiusnya, supernova, menggunakan gaya ini. Tapi, saya kira Ayu Utami maupun Dee tidak murni menggunakan gaya multiple-point-of-view. Di Saman ataupun Supernova pembaca masih dapat dengan cekatan memilah-milah siapa sedang bercerita apa, alasannya ya karena biasanya satu tokoh diberi porsi cukup besar, biasanya berpuluh-puluh halaman, untuk menceritakan cerita versi dirinya. MNISR lain, terutama karena cerita bergulir seperti lomba lari estafet. Pemegang tongkat akan menceritakan kisah dari sudut pandangnya sendiri dengan alur murni maju dan kemudian dengan cepat ia akan menyerahkan tongkat ini ke orang selanjutnya. Katakanlah, saya sedang bercerita bahwa saya melihat wanita cantik di angkot, lalu saya memutuskan untuk berkenalan dengan wanita itu. Tiba-tiba pada bab berikutnya si aku akan menjadi wanita cantik di angkot, dan ia bercerita persis saat cerita itu saya tinggalkan. Mungkin ia akan bercerita bertemu pria tampan yang cukup punya nyali untuk berkenalan di angkot. Wanita ini, kegirangan, lalu menceritakan cerita ini ke temannya. Dan di bab berikutnya teman wanita inilah yang menjadi si aku, dan seterusnya-dan seterusnya.<br /><br />Perlu kejelian dan keterampilan lebih untuk membawakan cerita dengan cara ini. Pertama, si penulis harus memiliki keluasan wawasan karakter manusia. Tak mungkin tokoh si tampan, pintar, dan baik hati memandang dunia dengan cara yang sama dengan karakter selanjutnya, wanita cantik dan anggun yang kemana-mana naik angkot. Dan memang itulah yang saya rasakan dari karya Orhan Pamuk ini. Setiap tokoh memiliki cara khasnya sendiri dalam bercerita, ada warnanya, ada iramanya, ada jiwanya. Tokoh wanita Shekure, bercerita dengan sangat wanita, penuh kepura-puraan, hati-hati, gengsian, dan dibalik semua keangkuhannya tetap saja dia memiliki kelemahan-kelemahan terhadap pria pujaan hatinya. Sementara itu tokoh prianya, Si Hitam, sangat romantis, selalu mengatasnamakan cinta pada Shekure untuk setiap tindakan yang ia ambil, selalu mendayu-dayu dan penuh perasaan melankolis pada saat ia menceritakan Shekure namun tetap ternyata memendam pikiran mesum terhadap Shekure. Si Pembunuh, penuh pembenaran diri, penyesalan, ketakutan, dan terus berusaha untuk meyakinkan orang lain dan dirinya sendiri bahwa ia masih sama seperti yang dulu, sebelum menjadi pembunuh. Begitu juga dengan Si Pohon, Si Keping Emas, Si Paman Tercinta, dan tokoh-tokoh lainnya. Kedua adalah, kemampuan untuk Keep It Together!! Jangan kehilangan fokus, must stick to the plan, jangan meleng, dan tenggelam dengan salah satu tokoh saja. Lagi-lagi Orhan Pamuk mengeksekusi ini dengan baik. Meskipun membaca novel ini seperti menonton lomba lari estafet, tapi tetap yang kita bisa melihat benang merah ceritanya, tetap yang menjadi fokus adalah ceritanya tidak terjebak ke pengkultusan salah satu tokoh.</div><div align="justify"><br />Jadi, all and all, cerita ini menyenangkan untuk dibaca. Sedikit berbeda dari karya-karya peraih nobel lainnya yang selalu berjalan dengan tempo lambat dan terlalu lama dalam membangun latar belakang cerita. </div>Ikhsanhttp://www.blogger.com/profile/14743883581739911250noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-27853109.post-26350629937752093092007-04-04T19:25:00.000+07:002007-08-15T17:57:44.865+07:00- dihapus karena terlalu pribadi - dan tikusTulisan pertama setelah tinggal di Jakarta. Kenapa berhenti menulis? Jujur saja, tidak ada waktu. Kerja itu cape. Pulang dari kantor paling sibuk cari makan dan kalau perut sudah kenyang, yah tidur. Kesehariannya seperti itu.<br /><br />Banyak sebenarnya pengalaman yang bisa saya tuliskan, mulai dari pasang surut - dihapus karena terlalu pribadi - sampai dengan kamar kosan pertama yang penuh tikus.<br /><br />Mungkin sebaiknya saya bahas terlebih dahulu - dihapus karena terlalu pribadi -.<br /><br />Pertama saya bingung. - dihapus karena terlalu pribadi -.<br /><br />Kedua adalah masalah kehidupan saya di jakarta. Tikus.. Tikus.. dan Tikus lagi. Kamar kosan saya yang pertama hanya seluas 6 meter persegi, sempit. Belum lagi lemari dan meja belajar besar yang seakan dijejalkan begitu saja di dalam kamar. Pencahayaannya buruk, sinar matahari hampir tidak bisa masuk ke kamar saya, terhalang rumah besar yang seenaknya nongkrong di samping kamar saya. Dan jangan buat saya mulai menggambarkan lantainya. Pertanyaan yang tepat adalah, lantai apa? Lantai yang berdenyit setiap kali saya injak? Lantai yang terbuat dari kayu berusia 50 tahun? Lantai yang sudah bolong di sana sini? Lantai yang setiap saya injak membuat semua benda dalam kamar ikut bergoyang? Lantai yang hanya ditutupi oleh plastik untuk menutupi semua lubangnya?<br /><br />Kamar saya berbau apek, karena itu pada hari pertama saya tinggal di sana saya langsung pergi ke carefour, membeli pengharum ruangan. Setelah saya semprotkan ke semua penjuru, ke sudut-sudut yang sulit dijangkau tangan saya, pun setelah saya tutup kamar saya agar baunya mengendap di dinding kamar, bau apek itu tetap tidak hilang. Akhirnya, saya tidur dengan tisu di hidung saya.<br /><br />Untung saja saya bisa melalui hari pertama.<br /><br />Esok paginya baru saya sadari satu hal penting. Tidak ada penghuni lain di lantai dua tempat kamar saya berada. Hanya saya. Sepertinya tidak ada yang cukup waras untuk tinggal di tempat seprti itu.<br /><br />Oh yah, kenapa tikus? Begini ceritanya. Pada awalnya saya sama sekali tidak sadar kalau ada penghuni lain di kamar itu. Setelah beberapa minggu malah, setelah saya merasa cukup nyaman tinggal di kamar jelek itu, saya baru menyadari bahwa ada penghuni lain di kamar itu. Jeruk yang saya beli di alfa mart saya geletakan begitu saja di lantai, sengaja tidak saya habiskan, dengan alasan penghematan. Esoknya, saya terheran-heran karena tiba-tiba di salah satu jeruk itu ada lubang sebesar kelereng marmer. Cukup besar, tapi saya sama sekali tidak menyangka lubang itu hasil ulah tikus. Saya kira cicak, atau seburuk-buruknya manusia kecil yang gemar makan jeruk. Tapi bukan tikus.<br /><br />Setelah kejadian jeruk itu, secara berturut-turut kue-kue saya habis. Padahal saya tidak pernah merasa memakannya.Saya penasaran setengah mati, sedikit ragu saya untuk mengambil kesimpulan bahwa semua ini adalah hasil ulah seekor tikus. Sampai suatu hari, pada saat saya baru pulang dari Bandung. Ketika saya membuka pintu kamar, tiba-tiba ada makhluk kecil melompat dengan lincahnya dari atas meja, lalu berlari dengan cepat menuju lubang kecil di tembok. Tikus!!<br /><br />Ada tikus di kamar saya!!! Tanpa pikir panjang saya langsung melaporkan kejadian ini ke Ibu Kos, "Ada tikus yang keluar dari lubang kecil di kamar saya, tikus itu menghabiskan makanan saya." sahut saya datar, "sumpal saja dengan koran lubangnya." Sahut Ibu Kos dengan nada yang lebih datar lagi. OK. Saya sumpal dengan koran dan langsung saya angkat kaki saya untuk mencari kosan lain.Ikhsanhttp://www.blogger.com/profile/14743883581739911250noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-27853109.post-1167800709832826832007-01-03T12:01:00.000+07:002007-08-15T17:55:43.634+07:00Cerita Mengenai Komunis<p style="MARGIN-BOTTOM: 0cm" align="justify"><span lang="af-ZA">Tadi ketika melewati samping Taman Lalu Lintas saya melihat spanduk besar bertuliskan “Gerakan Masyarakat Bandung Anti Komunis” atau semacamnya, pada intinya spanduk itu berbicara atas nama warga Bandung untuk menolak komunis.<br /></span></p><p style="MARGIN-BOTTOM: 0cm" align="justify"><span lang="af-ZA">Saya jadi teringat dengan kisah yang saya alami ketika saya masih kelas 4 SD. Ketika itu pelajaran IPS, Bu Tita wali kelas kami sedang menerangkan di depan, memegang buku pelajaran dengan erat dan mencoba menjabarkan apa yang tertulis di sana. Kemudian cerita dalam buku itu mulai berbicara mengenai kesaktian pancasila. Tiba-tiba Bu Tita terdiam, matanya menajam dan menusuk ke ruang kosong yang ada di tengah kelas, seakan sedang berpikir keras dan bersiap untuk bercerita mengenai sesuatu yang sangat penting. Ia kemudian melangkahkan kakinya ke daun pintu dan dengan sekali sabetan menutup pintu hingga tak ada cahaya yang masuk dari sana, lalu dengan isyarat tangan ia juga meminta anak-anak yang duduk dipinggir jendela untuk menurunkan gorden. Lampu dimatikan. Seketika itu juga ruang kelas menjadi gelap, ngeri, dan angker. “Kesaktian Pancasila,” suaranya memenuhi ruangan kelas kami yang sempit, “telah membebaskan bangsa kita dari ancaman Komunis!!” Saya bisa melihat api patriotisme di matanya. Pelan-pelan ia mulai masuk ke sela kolom-kolom bangku sambil menoleh kanan kiri untuk melihat siswa-siswinya yang hanya bisa duduk kebingungan. “Apakah kalian tahu apa itu Komunis??”, suaranya tetap tinggi dan menimbulkan kesan agung. Entah dengan teman-teman saya, tapi saya memang tidak tahu dengan tepat apa itu komunis, saya hanya pernah mendengarnya sambil lalu saja dan mengambil kesimpulan bahwa komunis entah karena alasan apa jahat. “Komunis adalah jalan setan, komunis mengajarkan bahwa Tuhan itu tidak ada!!” Sedikit kontradiktif tentu, jika Komunis tidak memercayai Tuhan bagaimana bisa ia menjadi ajaran Setan? “Orang-orang komunis telah menculik jendral-jendral kita dan menyiksa mereka karena mereka ingin Indonesia menjadi negara komunis.” Sambil terus berjalan mengelilingi kelas ia mulai menceritakan dengan sangat detil apa yang orang-orang komunis lakukan pada jendral-jendral yang diculik. Mereka mencungkil mata Jendral MT Haryono, menyilet semua bagian tubuh Lettu Piere Tandean, dan terus dan terus mulutnya mengumbar semua tindakan paling barbar yang dapat dilakukan manusia dengan detil yang menakjubkan. Saya ingin muntah, saya bergidik dan merasa beruntung karena saya hanyalah bocah 4 SD yang tidak akan perlu bertemu dengan makhluk-makhluk kejam bernama orang-orang komunis. Kemudian ia sampai di depan kelas, membelakangi kami. Tiba-tiba tubuhnya berbalik dan dengan semangat 45 mulai meneriakan bahwa bangsa ini selamat karena Kesaktian Pancasila. “Dan kalian tahu tokoh utama Kesaktian Pancasila?” Hampir pasti jawabannya Suharto, setidaknya itu yang ada di benak saya, dan benar, “SUHARTO! BAPAK PRESIDEN KITA SUHARTO!” Suaranya menggelegar, bersamaan dengan mengatakan itu ia mulai membuka pintu kelas, cahaya menyembur masuk, memberikan kesan yang sangat spiritual, suci. Isyarat tangannya kembali meminta gorden disingkapkan dan lampu dinyalakan, dengan seketika ruang kelas menjadi terang benderang kontras dengan keadaan sebelumnya yang gelap, ngeri, dan angker. Terang kelas memberikan rasa damai, seperti ada beban berat yang terangkat dari dada kami, Suharto memang dewa penolong, penolong dari keadaan bangsa yang gelap gulita. Pidato Bu Tita berakhir dengan Bu Tita mengepalkan tangannya di depan dada sambil mata terpejam menitikan air mata. </span></p><p style="MARGIN-BOTTOM: 0cm" align="justify"><span lang="af-ZA">Begitulah, kejadian itu memberikan kesan mendalam bagi saya,namun hanya sampai beberapa hari kemudian. Lucu juga sebenarnya mengapa hal sekonyol ini harus terjadi. Yah, beberapa hari kemudian Bu Tita jatuh sakit. Jelas bukan karena pidatonya yang menggelegar tempo hari, jika penilik sekolah mendengar pidato Bu Tita mungkin mereka akan memberikannya penghargaan. Bukan sakitnya yang lucu, tapi kejadian dengan guru penggantinya, Bu Ida. Saat itu di antara lekak-lekuk pelajaran PMP yang seperti labirin, kami bertemu dengan materi Supersemar. Bu Ida tiba-tiba terdiam matanya menajam dan menusuk ruang kosong di tengah kelas. Kelanjutannya dapat ditebak, raut mukanya berubah dan dengan tiba-tiba ia menutup pintu, mematikan lampu, dan meminta semua gorden diturunkan. Ia berjalan mengelilingi kelas dan dengan suaranya yang juga menggelegar seperti juga Bu Tita mulai berbicara mengenai Kesaktian Pancasila, PKI, G30SPKI, penyiksaan jendral-jendral lengkap dengan pencungkilan mata dan penyiletan tubuh, dan terakhir tentu Suharto. Saat berbicara mengenai Suharto ia membuka pintu, menyalakan lampu, dan menyibakan gorden. Pertunjukan ini berakhir dengan kepalan tangan dan cucuran air mata. Apa yang bisa bocah 9 tahun pikirkan saat melihat kejadian ini? Kemiripannya terlalu menakjubkan, terlalu teatrikal. Hampir-hampir seperti pergi ke pasar seni untuk menonton <i>Happening Art</i> dan pada saat beberapa hari kemudian berkunjung ke pasar seni yang lain, melihat <i>Happening Art</i> itu lagi. Rasa kagum dan terkesima digantikan oleh rasa muak tak tertahankan. </span></p><p style="MARGIN-BOTTOM: 0cm" align="justify"><span lang="af-ZA">Barulah kemudian saya sadari apa yang terjadi. Beberapa minggu sebelumnya, ada penataran P4 untuk guru-guru SD. Sekolah diliburkan selama tiga hari. Bukan misterinya nampaknya materi penataran P4 itu. Hari pertama guru-guru diajarkan membuka pintu, mematikan lampu, dan memberikan isyarat tangan yang khas untuk menurunkan gorden. Hari kedua pastinya olah vokal, dan beberapa kalimat soal penyiksaan jendral yang agar tidak menimbulkan kebingungan telah diseragamkan. Hari terakhir adalah latihan meneriakan Suharto dengan berbagai julukannya, Bapak Presiden, Bapak Pembangunan, dan sebagainya, kemudian latihan membuka pintu, menyalakan lampu, dan isyarat khusus menyibakan tirai, dan terakhir latihan mengepalkan tangan dan mencucurkan air mata, air mata buaya. </span></p><p lang="af-ZA" style="MARGIN-BOTTOM: 0cm" align="justify">Fiuhh... Caape Deeehh...</p><p lang="af-ZA" style="MARGIN-BOTTOM: 0cm" align="justify"><br /></p>Ikhsanhttp://www.blogger.com/profile/14743883581739911250noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-27853109.post-1167480234346238462006-12-30T19:00:00.000+07:002007-08-15T17:56:05.352+07:00Bu Rasmini<div style="TEXT-ALIGN: justify">Kemarin, pada saat saya naik angkot buahbatu saya diingatkan dengan cerita masa lalu saya, cerita waktu saya masih bocah SMP kelas 2. Di angkot, saya bertemu dengan Bu Rasmini. Saya perlu mengatakan mengapa ini istimewa: Bu Rasmini bukanlah sembarang guru, ia adalah guru yang telah menebar teror di benak siswa-siswi SMP 13 kala itu. Raut mukanya selalu hemat senyum. Setidaknya selama masa-masa saya di SMP ini, saya tidak pernah sekalipun melihatnya tersenyum. Wajahnya yang dipenuhi oleh keriput dan bintik-bintik hitam tidak memancarkan apapun kecuali semangat untuk menjagal bocah SMP. Dan kemarin setelah kurang lebih tujuh tahun sejak terakhir saya melihatnya, wajahnya masih saja sama, aneh. Saya mengharapkan sosok yang lebih tua, tapi ternyata tidak, kontur mukanya, kulitnya, dan rambut keritingnya yang seperti ijuk semuanya sama dengan apa yang di ingatan saya. Aneh sekali bahwa banyak dalam hidup ini yang berubah, tapi ada beberapa hal yang diam saja, berkubang dalam tanah, enggan untuk berubah.<br /></div><div style="TEXT-ALIGN: justify"><br />Ketika itu, jam pertama adalah pelajaran PPKn dengan guru Bu Rasmini. Ada beberapa peraturan yang harus dipenuhi selama mengikuti pelajarannya, pertama jelas adalah harus membawa buku dan LKS PPKn, kedua adalah selalu memakai seragam lengkap, mulai dari sabuk, nama, bet sekolah, sampai lencana, dan ketiga adalah peraturan yang paling aneh, tidak boleh ada siswa yang botak. Saya tidak tahu juga mengapa guru ajaib ini tidak menyukai pria botak, mungkin dulu pada masa mudanya dulu ia pernah patah hati dengan lelaki gundul, siapa tahu. Tapi pendek kata, semua orang tahu peraturan itu, dan tidak ada yang cukup bodoh untuk melanggar perintah Bu Rasmini.<br /><br />Karena itu saya sangat kaget sekali ketika teman sebangku saya datang ke sekolah dengan kepala botak. Bodoh!! Begitu yang ada di benak saya. Apa yang kamu pikirkan? Apa kamu ingin dibantai? Menyerahkan lehermu ke tukang jagal saja lebih aman daripada datang ke kelas Bu Rasmini dengan kepala botak. Saya berpikir, dengan sedikit antusias sebenarnya, bahwa akan ada pertumpahan darah hari ini. Seseorang akan menangis, keras sekali. Saya sempat berpikir untuk pindah tempat duduk, soalnya bisa saja tanpa alasan yang jelas Bu Rasmini akan ikut memburu orang-orang di sekeliling teman saya yang malang itu. Dia mungkin saja akan mencari-cari kesalahan dan ikut-ikutan membantai saya juga. Tapi pikiran itu cepat berlalu, karena saya ingin duduk di kursi VIP untuk melihat pembantaian itu, dengan risiko apapun. Sepanjang pagi sebelum Bu Rasmini menancapkan batang hidungnya ke kelas kami saya mulai meledek-ledek dan menakut-nakuti teman saya. Saya bisa melihat raut muka teman saya sedikit demi sedikit diliputi kegelisahan, teror mulai nampak di seluruh tubuhnya, badannya yang gempal mulai bergerak-gerak tak tentu, tangannya beberapa kali menyapu kepalanya yang botak, seakan-akan menyesal telah mencukur habis rambutnya.<br /><br />Tapi kemudian, hidup memang memiliki cara yang aneh untuk membalas kejahatan, dengan cara yang sangat tidak terduga. Dan saya sebagai pelaku kejahatan – puas dengan penderitaan orang lain – merasakan pembalasannya. Ketika Bu Rasmini masuk, ia langsung mengeluarkan lolongan meminta siswa-siswi mengeluarkan buku dan LKS PPKn untuk pemeriksaan rutin. Seperti saya bilang, saya mendapatkan balasannya, ternyata tanpa diduga saya lupa membawa buku PPKn! Ingin rasanya menangis, sebagian karena saya tahu saya akan dipermalukan sebagian juga karena dongkol betapa saya harus mengalami sendiri semua kata-kata yang saya ucapkan untuk teman saya. Saya ingat sekali, suara langkah kaku Bu Rasmini saat ia sedikit demi sedikit mendekat bangku saya, dan Demi Tuhan ia berhenti tepat di samping saya sambil mengeluarkan semacam teriakan Tarzan yang keras sekali, teriakan yang mengekspresikan rasa puas. Kemudian dengan semangat yang membara ia mulai mempraktekan keahliannya, merenggut kepercayaan diri dan harga diri dari seorang bocah SMP yang sudah ketakutan setengah mati. Ia mengatakan bahwa apapun yang membentuk seorang siswa teladan pasti saya tidak memilikinya. Tidak berguna, tidak bisa melakukan tugas paling sederhana pun, orang seperti ini, ia katakan dengan berapi-api, pasti hanya akan berakhir di tempat pembuangan sampah di belakang sekolah dan memulung sisa-sisa manusia lain hanya untuk bertahan hidup... Oke, ia memang tidak mengatakan dengan tepat seperti itu, tapi rasa-rasanya kata-kata itu yang menempel di telinga saya.<br /><br />Begitulah, di akhir aumannya ia mengeluarkan saya dari kelas. Saya harus menunduk malu keluar dari ruangan kelas. Semua mata sepertinya memandang saya, tidak ada yang cukup mabuk untuk mengeluarkan komentar, teman-teman saya hanya bisa terpana saja, berharap bahwa hal mengerikan seperti ini tidak akan terjadi pada mereka. Begitulah, sampai akhir pelajarannya saya harus duduk di luar kelas, tanpa tahu apa yang harus saya lakukan. Saya cukup terpukul, karena sampai saat itu, saya tidak pernah mengalami hal seperti ini, saya tidak pernah harus keluar dari ruang kelas dengan kepala tertunduk. Dan ternyata teman saya selamat, mungkin tanpa disadari saya telah menyelamatkan teman saya. Bu Rasmini mungkin terlalu dikuasai oleh semangatnya mengeluarkan saya dari kelas sehingga ia melewatkan kepala mengkilat teman saya. Atau mungkin saja, dahaganya telah terpuaskan, untuk apa ia meneguk satu gelas lagi? Wong sudah tidak haus kok.<br /><br />Makanya, dari pengalaman ini saya merumuskan Nilai Moral Ikhsan ke-1: ”Jangan pernah lupa bawa buku di pelajaran Bu Rasmini, sebelum menghina temanmu yang datang dengan kepala plontos!!” . Sungguh bodoh orang yang tidak meresapi Nilai Moral Ikhsan ke-1. </div>Ikhsanhttp://www.blogger.com/profile/14743883581739911250noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-27853109.post-1166869493762550992006-12-23T17:22:00.000+07:002007-08-15T17:51:39.415+07:00Tolstoy vs Sartre<p style="MARGIN-BOTTOM: 0cm" align="justify"><span lang="en-US">Sekitar dua minggu lalu saya pergi ke Togamas. Saya tidak sendirian sebenarnya, saya bersama teman saya <a href="http://lucky-luqman.blogspot.com/">Luki</a>, ia yang menunjukkan toko buku ini, sebelumnya saya tidak pernah ke sini. Togamas adalah toko buku gaya baru. </span><span lang="sv-SE">Toko buku yang menerapkan strategi samudra biru kalau kata Luki sih. </span><span lang="en-US">Kita bisa mendapatkan kenyamanan membeli buku seperti di gramedia, dengan komputer pencari dan sebagainya, tambah juga kita mendapatkan diskon untuk setiap buku, 15%. </span><span lang="pt-BR">Jadi toko buku ini adalah hibrida antara gramedia dan palasari. Memang sih diskonnya tidak mencapai 20% seperti palasari, tapi yah hitung-hitung biaya kenyamanan dibandingkan dengan palasari yang susunan bukunya benar-benar acak-acakan (contohnya Bandung Book Center).</span></p><p style="MARGIN-BOTTOM: 0cm" align="justify"><span lang="pt-BR">Awalnya sih saya ingin mencari bukunya Pramoedya, terakhir baca bukunya tuh kira-kira waktu kelas tiga SMA, buku Rumah Kaca. </span><span lang="en-US">Sebelumnya saya baca Bumi Manusia, jadi kalau hitungannya kwartet Pulau Buru saya sudah seenaknya loncat dari buku pertama langsung ke buku keempat. Loncat dua buku. Makanya saya mencari Anak Semua Bangsa, buku kedua, supaya alur ceritanya jadi jelas. Tapi sayang Anak Semua Bangsa habis, persis seperti di palasari. Di gramedia sih ada, tapi sedikit malas soalnya harganya 80 ribu, nanti deh kalau sudah dapat kerja. </span></p><p style="MARGIN-BOTTOM: 0cm" align="justify"><span lang="en-US">Jadilah setelah <i>browsing-browsing</i> beberapa buku, akhirnya saya <i>nyantol </i>dengan kumpulan cerpen Leo Tolstoy, judul bukunya mengambil salah satu judul cerpennya: Tuhan Maha Tahu, tapi Dia Menunggu. Sebelumnya saya tidak tahu banyak tentang sosok peraih nobel yang satu ini. Saya hanya tahu kalau dia adalah penulis Rusia. Makanya, alam bawah sadar saya mulai berbuat nakal, dia langsung mencap Leo Tolstoy dengan tipikal orang-orang Rusia yang saya tahu dari film-film Hollywood: bau ( sepertinya sih), rambut acak-acakan, bicara asal-asalan, mabuk, jenggot tak terurus, dan yang paling gawat dan mengerikan dari semuanya, Komunis. </span></p><p style="MARGIN-BOTTOM: 0cm" align="justify"><span lang="sv-SE">Kemudian, seperti juga semua prasangka, saya salah. Tolstoy bahkan mati sebelum Rusia menjadi negara komunis, ia mati tahun 1910. Jadi dapat dibilang Tolstoy hidup pada abad ke-19. Cerpen-cerpennya mengangkat tema utama permasalahan yang ada pada abad itu, yaitu masalah tuan tanah dengan petani, juga ada satu dua cerpen yang mengangkat kehidupan kaum borjuis Rusia. Tapi kemudian, cerpen-cerpennya pun tidak mengangkat masalah konflik antar kelas petani dan tuan tanah, tidak secara kentara. Saya melihatnya justru cerpen-cerpen Tolstoy bergulat dengan hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Serius! Suatu pukulan berat bagi prasangka saya sebelumnya, yang kadung menganggap bahwa Tolsytoy komunis dan kemudian secara otomatis juga ateis – maklum jebolan SD Orde Baru. </span><span lang="pt-BR">Selalu saja ada pesan moral dalam cerpennya, membacanya seperti membaca ulang cerita Si Kancil Mencuri Ketimun. Suatu pengalaman baru.</span></p><p style="MARGIN-BOTTOM: 0cm" align="justify"><span lang="sv-SE">Kemudian saya teringat Sartre, justru karena tidak ada titik temu di antara kedua tokoh ini. Tidak banyak orang yang tahu kalau berkat inspirasi dari Sartrelah saya merumuskan Hukum Pertama Ikhsan: <i>Shit just happens for no reason </i>(Hukum Ikhsan Ke-1). Saya sengaja tulis dalam Bahasa Inggris biar lebih greget, kalau-kalau ada yang belum bisa Bahasa Inggris, terjemahannya kira-kira seperti ini: Kemalangan terjadi begitu saja tanpa alasan. Yah kurang lebih cerpen-cerpennya Sartre selalu mengangkat tema yang selaras dengan Hukum Ikhsan Ke-1. Cerpen-cerpennya selalu menegaskan bahwa hidup dan mati manusia selalu berlalu begitu saja. Tanpa makna, tanpa arti. Semua kesakitan dan penderitaan manusia yang harus dialami juga sama, semuanya tanpa makna dan tanpa arti. Dunia yang gelap dan tanpa harapan. Setiap manusia seperti keledai dungu yang hanya menunggu ajal. Satu saat kita bisa saja hidup sehat dan kuat, tapi sedetik kemudian kita tiba-tiba mati, menghilang dari dunia ini, dan tidak ada orang yang dapat mengatakan kenapa harus seperti itu.</span></p><p lang="sv-SE" style="MARGIN-BOTTOM: 0cm" align="justify"></p><p style="MARGIN-BOTTOM: 0cm" align="justify"><span lang="sv-SE">Sepertinya lucu juga kalau cerpen Tolstoy ditulis ulang oleh Sartre, maksud saya cerpen hasilnya pasti membuat dongkol pembaca. Tolstoy seringkali menggambarkan tokoh malang yang sepertinya kehidupan tidak pernah memihak dia. Namun, untung bagi pembaca, si tokoh pada akhirnya menemukan kebahagiaan sejati. Seperti misalnya di cerpen Ilyas, Alyosha, dan Tuhan Maha Tahu, tapi Dia Menunggu. Jadi setelah membaca cerpennya saya akan merasa tenang, karena ternyata di kehidupan ini ada sesuatu yang memang layak diperjuangkan dan jika kita berjuang cukup keras, pada akhirnya kita akan bahagia. Sartre merusak semua ini. Tidak! Ia bilang dengan tegas, manusia tidak ditakdirkan untuk bahagia, semua akan berakhir dengan kesia-siaan bukan kebahagiaan. Misalkan kita ambil satu cerpen sebagai contoh, katakanlah Tuhan Maha Tahu, tapi Dia Menunggu. Di cerpen aslinya, tokoh Aksenof melindungi dan memaafkan orang yang telah memfitnahnya, Makar, setelah sebelumnya Makar membuat Aksenof harus menghabiskan 26 tahun hidupnya sebagai narapidana di Siberia. Tapi kemudian, 26 tahun hidupnya tidak terbuang percuma, karena tepat setelah ia melindungi dan memaafkan orang yang telah memfitnahnya, Aksenof merasakan kebahagiaan sejati. Ia akhirnya mati dalam ketenangan. Coba saja cerita ini diserahkan kepada Sartre, setelah Aksenof melindungi dan memaafkan Makar, Makar malah menjerumuskan Aksenof ke dalam kemalangan untuk yang keduakalinya, dan pada akhirnya Aksenof harus hidup dan mati sia-sia. Tidak ada kebaikan di dunia ini, tidak ada kebahagiaan di dunia ini, semuanya adalah kesia-siaan. Tapi yah kedua penulis ini memang memiliki genre yang berbeda dan sulit sekali rasanya untuk mereka-reka bentuk suatu cerpen andaikata cerpen itu ditulis oleh orang yang berbeda.</span></p><p style="MARGIN-BOTTOM: 0cm" align="justify"><span lang="sv-SE">Kalau harus memilih di antara kedua penulis ini, sepertinya saya harus memilih Sartre. Soalnya, setelah membaca Sartre saya akan merasa senang: Bagus!! Ternyata ada orang yang lebih sial dari saya. Sedangkan setelah baca Tolstoy, saya selalu bertanya-tanya: emang ada yah orang macam gini sekarang?? Jadi yah ini <i>mah </i>hanya soal selera. Silakan pilih yang kamu suka.</span></p>Ikhsanhttp://www.blogger.com/profile/14743883581739911250noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-27853109.post-1165233358844056322006-12-04T18:50:00.000+07:002007-08-15T17:52:45.929+07:00Ancient Newton<div style="TEXT-ALIGN: justify"><span lang="id-ID">Saya selalu bertanya-tanya apakah setiap jaman memiliki model manusia suksesnya sendiri-sendiri. Pada saat ini misalnya, terutama di perkotaan, manusia tidak memiliki ketergantungan pada masyarakat sekitar untuk memenuhi kebutuhannya. Manusia menjadi teralienasi dari lingkungan tempat ia tinggal. Perasaan satu dengan komunitas menjadi suatu komoditas yang langka dan berkurang nilainya. Motivasi dari tindak tanduk seorang manusia terkerucutkan menjadi hanya pada pemenuhan kebutuhan aku saja. Tidak ada pertimbangan kepentingan masyarakat yang lebih luas. Pada masyarakat yang seperti itu, perilaku anti sosial ditolerir bahkan mewabah. </span></div><p style="MARGIN-BOTTOM: 0cm; TEXT-ALIGN: justify"></p><div style="TEXT-ALIGN: justify"></div><p lang="id-ID" style="MARGIN-BOTTOM: 0cm; TEXT-ALIGN: justify">Newton adalah seorang anti sosial. Ia mati perawan dan hampir tidak pernah memiliki sahabat sejati. Ia nampaknya tidak memiliki kemampuan untuk menjalin suatu hubungan antar manusia dalam bentuk apapun. Namun, ia adalah seorang manusia yang dihormati sampai detik ini. Newton memang beruntung karena lahir pada abad di mana ilmu mulai memiliki kedudukan yang penting. Manusia mulai berpaling pada ilmu alam untuk menjelaskan keberadaannya di dunia ini. </p><div style="TEXT-ALIGN: justify"></div><p lang="id-ID" style="MARGIN-BOTTOM: 0cm; TEXT-ALIGN: justify">Tapi bagaimana jika Newton lahir ribuan tahun silam. Pada saat manusia belum menghargai ilmu pengetahuan dan pada saat kemampuan untuk menjalin hubungan antar manusia mutlak diperlukan untuk bertahan hidup. Dapatkah manusia seperti Newton bertahan pada masa seperti itu?</p><div style="TEXT-ALIGN: justify"></div><div style="TEXT-ALIGN: justify"></div><p style="MARGIN-BOTTOM: 0cm; TEXT-ALIGN: justify"><span lang="id-ID">Saya bisa membayangkan satu skenario jika Newton lahir ribuan tahun lalu, katakanlah pada masyarakat yang masih melakukan <i>food gathering </i>untuk bertahan hidup. Pada suatu sore setelah semua laki-laki dalam masyarakat itu pulang berburu – kecuali Newton tentu saja – dan wanita-wanitanya sedang mempersiapkan makanan, Newton tiba-tiba berdiri dan berteriak : “Bumi itu bulat seperti Batu!”. Tentu saja ini menimbulkan kegemparan. Tetua-tetua masyarakat itu langsung merapatkan apa yang harus mereka lakukan pada pemuda ini. Ada yang bilang usir saja, toh di sini pun ia tidak pernah melakukan apa-apa, hampir seharian ia hanya mengurung dirinya sendiri di bagian gua yang paling dalam dan di lain waktu ia pergi entah kemana sambil membawa benda-benda aneh buatannya dan baru kembali seminggu atau dua minggu kemudian. Beberapa bahkan mengusulkan yang lebih ekstrem lagi, penggal saja, itu karena beberapa minggu yang lalu Newton tertangkap meracuni pikiran anak-anak muda dengan mengatakan bahwa hujan bukanlah ludah dari Arkam, Dewa mereka yang agung, hujan datangnya dari sungai katanya. Huh orang bodoh saja tahu bahwa sungai bermuara ke laut bukan ke awan. Newton bahkan mengatakan pohon-pohon tidak memiliki roh penunggu!! Demi para Dewa!! Penghinaan apalagi yang akan dilakukan oleh pemuda Newton ini jika ia dibiarkan tetap hidup. Setelah perdebatan yang alot, akhirnya diputuskanlah bahwa pemuda Newton, jika ingin tetap hidup di tengah-tengah masyarakat ini tidak boleh mengeluarkan suara apa pun. Ia tidak boleh bicara dan diharuskan untuk lebih banyak membantu masyarakatnya. Bagaimanapun juga meskipun pikirannya miring dan tidak waras namun Newton masih muda dan memiliki tenaga yang cukup untuk bekerja meskipun hanya cukup untuk membantu para wanita.</span></p><div style="TEXT-ALIGN: justify"></div><div style="TEXT-ALIGN: justify"></div><p lang="id-ID" style="MARGIN-BOTTOM: 0cm; TEXT-ALIGN: justify">Begitulah, mungkin karena itu orang-orang sekaliber Newton baru bermunculan di abad-abad sekarang. Beberapa ribu tahun yang lalu mereka tidak mendapatkan tempat.</p>Ikhsanhttp://www.blogger.com/profile/14743883581739911250noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-27853109.post-1164815482992132152006-11-29T21:24:00.000+07:002007-08-15T17:53:06.256+07:00Kesurupan<div style="TEXT-ALIGN: justify">Indonesia.. Indonesia.. Penyakit-penyakit aneh nampaknya senang sekali menjangkiti negeri yang disebut-sebut sebagai zamrud khatulistiwa ini. Mulai dari polemik tayangan <span style="FONT-STYLE: italic">Smack Down</span> yang sudah menyantap korban seorang bocah sembilan tahun, masalah lumpur Lapindo yang tidak tuntas-tuntas, sampai masalah yang menurut saya sangat lucu yaitu kesurupan. Kelucuannya bukan terletak pada kejadian kesurupan itu sendiri tapi dari cara orang-orang menanggapi dan mengatasi masalah ini.<br /><br /></div><div style="TEXT-ALIGN: justify">Coba perhatikan di detik.com, kira-kira ada empat puluh berita bertajuk kesurupan. Semuanya mewartakan mengenai kesurupan yang terjadi di berbagai pelosok negeri ini. Ada juga beberapa komentar dari tokoh-tokoh masyarakat, misalnya dari ketua PWNU Jatim Ali Maschan Moesa, bapak yang satu ini berkomentar bahwa kesurupan adalah hal yang biasa, jin tidak akan menyakiti hanya menggoda saja, ujarnya seolah-olah sering berjumpa dengan makhluk gaib satu ini. Lain lagi reaksi dari Panglima TNI Marsekal Djoko Soeyanto, beliau memerintahkan jajarannya untuk mencermati kejadian ini karena menurutnya - meski dengan logika yang kabur - kejadian ini setara dengan berbagai teror bom yang terjadi dan kemungkinan besar akan mengancam kesatuan NKRI. Wah gawat juga, mungkin menurut bapak jendral kesurupan merupakan usaha teror dari para dedemit dan makhluk halus kepada kita - entah karena alasan apa.<br /><br />Untungnya dari sekian tanggapan dan reaksi masih ada satu komentar yang waras. Psikolog UI Sartono Mukadis mensinyalir bahwa kejadian ini hanyalah masalah labilitas kepribadian. Dulu, sahutnya, pada masa-masa jaya Ali Sadikin banyak sekali bangunan dibongkar, namun tidak pernah ada kejadian kesurupan (menanggapi komentar bahwa kesurupan terjadi karena jin-jin terusir dari bangunan yang dibongkar). Justru pada sekarang ini, pada saat tayangan mengenai alam gaib berjamur, kesurupan terjadi di mana-mana. Yah jadi ini semua hanya masalah psikologi saja.<br /><br />Seperti yang sudah saya bilang, yang lucu adalah bukan kejadiannya, tapi tanggapan dan reaksi masyarakat terhadap fenomena ini. Menurut saya sendiri fenomena ini menarik karena dua alasan. Pertama, karena mayoritas yang terjangkiti kesurupan adalah perempuan. Kedua adalah karena fenomena ini selalu berawal dari satu titik. Maksudnya adalah ada seorang yang mengalami kesurpuan lalu tiba-tiba beberapa orang lain ikut-ikutan kesurupan.<br /><br />Kenapa mayoritas perempuan? Saya ingat dulu pernah membaca koleksi pidato psikolog Sigmund Freud dan pada salah satu pidatonya ia menerangkan mengenai percobannya untuk menyembuhkan wanita yang terkena penyakit histeria. Histeria adalah salah satu jenis <span style="FONT-STYLE: italic">conversion disorder </span>dalam psikologi. Perhatikan definisi <span style="FONT-STYLE: italic">conversion disorder</span> yang saya dapatkan dari <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Conversion_disorder">wikipedia</a> :<b style="FONT-STYLE: italic"><br /><br />"Conversion Disorder</b><span style="FONT-STYLE: italic"> is a </span><a title="DSM-IV" style="FONT-STYLE: italic" href="http://en.wikipedia.org/wiki/DSM-IV">DSM-IV</a><span style="FONT-STYLE: italic"> diagnosis which describes neurological symptoms such as weakness, sensory disturbance and attacks that look like </span><a title="Epilepsy" style="FONT-STYLE: italic" href="http://en.wikipedia.org/wiki/Epilepsy">epilepsy</a><span style="FONT-STYLE: italic"> but which cannot be attributed to a known neurological disease. It is most common in the developing world and lower socio-economic groups where access to healthcare and neurological investigation is poor."</span><br /><br />Coba kita amati kata-kata terakhir dari definisi ini ..<span style="FONT-STYLE: italic">developing world and lower socio-economic groups where access to healthcare and </span><span style="FONT-STYLE: italic">neurological investigation is poor.. </span>membacanya saya jadi ingat suatu negara, negara apa ya??<br /><br />Pada akhir abad ke-19 dan awal abad 20 sindrom histeria mewabah di Eropa, terutama bahkan hampir semua dialami oleh wanita karena itulah penyakit ini biasa diacu sebagai <span style="FONT-STYLE: italic">female hysteria</span> daripada <span style="FONT-STYLE: italic">hysteria </span>saja. Coba lihat grafik di bawah ini yang saya ambil dari <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Female_hysteria">wikipedia</a>:<br /><img alt="" src="file:///E:/TEMP/moz-screenshot.jpg" /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://photos1.blogger.com/x/blogger/4205/2940/1600/512687/300px-Hysteria_chart.png"><img style="DISPLAY: block; MARGIN: 0px auto 10px; WIDTH: 326px; CURSOR: pointer; HEIGHT: 240px; TEXT-ALIGN: center" alt="" src="http://photos1.blogger.com/x/blogger/4205/2940/320/522246/300px-Hysteria_chart.png" border="0" /></a><br />Grafik ini menunjukkan tesis dari psikiater di perancis mengenai histeria. Terlihat bahwa pada akhir abad 19 sampai awal abad 20 jumlah tesis di bidang ini meningkat tajam, namun setelah tahun 1910 jumlah tesis menurun drastis. Penurunan ini mungkin karena sudah sedikitnya penderita histeria pada awal abad 20 yang disebabkan meningkatnya taraf sosial ekonomi masyarakat Eropa itu sendiri.<br /><br />Kesurupan yang marak terjadi sekarang mungkin adalah fenomena yang sama seperti <span style="FONT-STYLE: italic">female hysteria </span>yang terjadi di Eropa seabad lalu. Tentu saja kalo kita mau dengan serius menanggapi masalah ini tak usahlah dengan memanggil dukun-dukun segala. Coba tingkatkan saja taraf sosial dan ekonomi masyarakat.<br /><br />Beranjak ke alasan kedua. Kesurupan itu menular. Tidak heran sebenarnya, karena dalam ilmu psikologi pun dikenal namanya <span style="FONT-STYLE: italic">collective hysteria</span> atau <span style="FONT-STYLE: italic">mass hysteria</span>. Sekali lagi saya harus meminta tolong <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Mass_hysteria">wikipedia</a> untuk definisi <span style="FONT-STYLE: italic">mass hysteria</span>:<br /><br /><span style="FONT-STYLE: italic">"</span><b style="FONT-STYLE: italic">Collective hysteria</b><span style="FONT-STYLE: italic">, or </span><b style="FONT-STYLE: italic">mass hysteria</b><span style="FONT-STYLE: italic">, is the </span><a title="Social psychology" style="FONT-STYLE: italic" href="http://en.wikipedia.org/wiki/Social_psychology">sociopsychological</a><span style="FONT-STYLE: italic"> </span><a title="Phenomenon" style="FONT-STYLE: italic" href="http://en.wikipedia.org/wiki/Phenomenon">phenomenon</a><span style="FONT-STYLE: italic"> of the manifestation of the same </span><a title="Hysteria" style="FONT-STYLE: italic" href="http://en.wikipedia.org/wiki/Hysteria">hysterical</a><span style="FONT-STYLE: italic"> </span><a title="Symptom" style="FONT-STYLE: italic" href="http://en.wikipedia.org/wiki/Symptom">symptoms</a><span style="FONT-STYLE: italic"> by more than one person. It may begin when a group witnesses an individual becoming hysterical during a traumatic or extremely stressful event. A potential symptom is group </span><a title="Nausea" style="FONT-STYLE: italic" href="http://en.wikipedia.org/wiki/Nausea">nausea</a><span style="FONT-STYLE: italic">, in which a person becoming violently ill triggers a similar reaction in other group members.</span><span style="font-size:+0;"><span style="FONT-STYLE: italic">"<br /><br /></span></span>Histeria massa ini saya pikir tidak terjadi dalam batasan suatu ruang dan waktu tertentu saja. Kejadian kesurupan demi kesurupan di berbagai tempat juga bisa dikatakan sebagai histeria masa. Misalnya seorang siswi SMP melihat seorang buruh wanita kesurupan di TV, saking ketakutannya esoknya secara tiba-tiba ia mengalami histeria yang diikuti beberapa temannya, begitu seterusnya. Jadi jelas media pun ikut andil dalam memperparah kondisi ini dengan menakut-nakuti masyarakat - menyebut kejadian ini sebagai kesurupan pun sudah termasuk menakut-nakuti masyarakat. Kondisi masyarakat kita yang pada umumnya memiliki taraf sosial ekonomi yang rendah jelas memudahkan penyebaran histeria massa ini.<br /><br />Yah sebagai penutup, untuk para tokoh masyarakat ada baiknya untuk berpikir rasional dan tidak memperkeruh situasi dan semakin membuat masyarakat ketakutan. Sekian ah...<br /><span style="FONT-STYLE: italic"></span><br /></span></div>Ikhsanhttp://www.blogger.com/profile/14743883581739911250noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-27853109.post-1164620416577025712006-11-27T15:28:00.000+07:002007-08-15T17:53:30.819+07:00Other version...<div style="TEXT-ALIGN: justify">Ada apa sih dengan feminisme? Banyak sekali wanita yang menyuarakan emansipasi, persamaan, dan jargon-jargon lainnya. Contoh sederhananya adalah kakak perempuan saya sendiri. Di rumah ia sering sekali berkicau mengenai masalah-masalah seperti ini. Misalnya jika di TV ada tayangan kekerasan kepada perempuan, ia akan merasa senang sekali, dan berkata dengan puas "Nah kan!! Apa saya bilang...". Intinya adalah ia merasa bahwa ada semacam diskriminasi gender yang ada dengan sendirinya dan kadang kala tanpa disadari. Suatu hegemoni pria atas wanita yang mendapatkan pembenarannya dari sistem masyarakat yang berlaku saat ini.<br />Buat saya sendiri sepertinya kok diskriminasi seperti ini tidak terlalu kentara yah? Apa karena saya laki-laki? Saya tidak pernah merasa dibedakan atau misalnya diistimewakan oleh masyarakat karena saya seorang pria. Kalau antri di bank, misalnya, saya kan tidak punya hak khusus untuk dilayani terlebih dahulu daripada perempuan.<br /><br />Tapi bagaimanapun juga masalah feminisme ini dapat dilacak pada momen-momen paling awal penciptaan manusia. Coba baca cerita berikut ini:<br />Sekitar lima juta tahun lalu, di suatu sore yang cerah, Tuhan memutuskan untuk berjalan-jalan di bumi. Ia melihat berbagai ciptaan-Nya dan memutuskan bahwa sekaranglah waktu yang tepat untuk menciptakan 'Manusia'. Lalu dengan terburu-buru Ia memanjat kembali ke surga, kemudian menciptakan seorang manusia yang Ia beri nama Siti Hawa.<br />Mulailah masa-masa Hawa di surga. Ia berjalan ke sana kemari. Minum susu dari sungai dan memakan buah dari pepohonan tanpa harus susah payah memanjat. Setelah ia lelah berjalan-jalan, ia mulai memperhatikan satu jenis hewan yang ada di surga - kerbau tepatnya, siapa bilang tidak ada kerbau di surga? - . Kerbau itu tidak berjalan sendirian, tapi selalu dua-dua, berpasangan. Dengan keheranan Hawa bertanya kepada Tuhan.<br />Hawa : "Tuhan, mengapa mereka berjalan berpasang-pasangan?"<br />Tuhan: "Itu karena mereka adalah suami istri Hawa."<br />Hawa : "Mengapa saya tidak memiliki pasangan? Tuhan, saya juga ingin memiliki pasangan hidup..."<br />Tuhan, karena ia adalah Tuhan, tentu sudah tahu masalah yang akan timbul karena permintaan ini. Kemudian dengan bijaksana menjawab,<br />Tuhan : "Tentu saja saya bisa memberikan pasangan kepadamu. Pasanganmu akan berbeda denganmu, dalam banyak hal sebenarnya. Tubuhnya akan lebih besar, lengan-lengannya lebih kuat dan kekar. Ia bisa membangunkanmu rumah, ia bisa membawa hewan seperti kerbau ke bawah kakimu. Namun, semua itu ada harganya. Pasanganmu yang akan Aku ciptakan ini, memiliki bawaan yang keras. Ia sangat egois, tidak mau kalah, dan suka menang sendiri. Ia tidak suka diatur-atur olehmu. Ia merasa sebagai makhluk paling pintar di muka bumi ini, meski sebenarnya pasanganmu itu adalah salah satu makhluk terbodoh yang pernah Aku ciptakan selama ini. Nah, sekarang kamulah yang harus memilih apakah masih mau memilki pasangan yang seperti ini?"<br />Hawa, karena ia adalah perempuan, langsung menjawab tanpa berpikir,<br />Hawa : "Aku mau,, Tak apalah, asalkan aku memiliki pasangan juga."<br />Melihat keinginan Hawa yang kuat ini, Tuhan pun akhirnya luluh juga. Mulailah ia menciptakan manusia lain yang ia beri nama Adam. Tepat sebelum Adam mulai bangun, Tuhan berteriak pada hawa,<br />Tuhan : "Nah, sekarang Hawa, cepat-cepat sembunyi!! Jangan sampai Adam tahu bahwa Aku menciptakanmu lebih dulu, tidak baik untuk egonya..."<br /><br />Hihi, kira-kira seperti itu ceritanya. Jadi, kesimpulannya adalah semua gonjang-ganjing soal feminisime ini semua adalah salah perempuan. Kenapa juga sedari awal Hawa meminta Tuhan menciptakan kaum pria??<br /><br /></div>Ikhsanhttp://www.blogger.com/profile/14743883581739911250noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-27853109.post-1162745074402895962006-11-05T22:23:00.000+07:002007-08-15T17:53:53.132+07:00Life of Pi<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://photos1.blogger.com/blogger/4205/2940/1600/LifeofPiEx.jpg"><img style="FLOAT: left; MARGIN: 0pt 10px 10px 0pt; WIDTH: 222px; CURSOR: pointer; HEIGHT: 176px" alt="" src="http://photos1.blogger.com/blogger/4205/2940/320/LifeofPiEx.jpg" border="0" /></a>Yann Martel menulis Life of Pi pada tahun 2001. Namun, buku ini baru keluar di Indonesia pada tahun 2005. Sepertinya ini sudah menjadi pola, buku-buku bagus selalu terlambat 4 atau 5 tahun untuk diterjemahkan ke Bahasa Indonesia. Tidak ada pasar mungkin, atau mungkin juga tidak ada kejelian dari pihak penerbit untuk mengetahui buku mana yang bagus atau tidak sehingga perlu untuk dilempar ke pasaran. Biasanya setelah buku tersebut beredar setahun dua tahun di pasaran dan kemudian menjadi hit, di-<span style="FONT-STYLE: italic">shortlisted </span>untuk penghargaan tertentu barulah para penerbit sudi untuk bersusah payah menerjemahkan dan lalu melepasnya ke khalayak.<br /><div style="TEXT-ALIGN: justify"><br />Buku ini memperoleh penghargaan Man Booker Prize, meskipun dengan banyak anggapan bahwa pemberian penghargaan ini adalah suatu kesalahan. Alasannya sederhana saja, Yann Martel dituduh melakukan plagiarisme. Martel dianggap mencuri gagasan dari penulis Brazil keturunan Yahudi, Moacyr Scliar, meskipun Martel dalam novelnya sudah menuliskan rasa terima kasih pada penulis Brazil ini. Scliar pun menuntut meskipun kemudian dibatalkannya setelah lobi-lobi yang dilakukan oleh Martel.<br /><br />Terlepas dari semua tudingan dan perkara ini, The Life of Pi adalah novel yang bagus, jika enggan mengatakan luar biasa. Seperti yang dikatakan oleh salah satu tokohnya, "Setelah mendengar cerita ini, kamu akan percaya pada Tuhan". Cerita luar biasa ini berkisah mengenai pejuangan bertahan hidup seorang bocah bernama Piscine Moritol Patel - Pi. Pi, pada suatu malam di tahun 1977, karam di tengah samudra pasifik. Hanya ia satu-satunya manusia yang berhasil selamat dan dengan aman berada di atas sebuah sekoci. Namun, Pi tidak menyangka bahwa ia bukanlah satu-satunya makhluk yang selamat, karena di sekoci itu terdapat seekor hyena, zebra yang patah kakinya, seekor tikus, orang utan betina, dan yang paling mengejutkan adalah kehadiran seekor harimau Royal Bengal seberat 225 kilogram bernama Richard Parker.<br /><br />Pemilihan nama Richard Parker sendiri ternyata cukup unik. Martel mengatakan bahwa pemberian nama Richard Parker pada harimau Royal Bengal tersebut diinspirasi setidaknya oleh tiga buah kisah. Sayangnya saya hanya mengingat satu kisah saja, karena kisah nyata ini sedikit membuat bulu kuduk berdiri. Pada tahun 1840, sebuah kapal tenggelam, hanya empat orang yang selamat. Tiga orang di antaranya adalah awak kapal sedangkan seorang lagi adalah penumpang kapal yang masih bocah. Setelah dua minggu terombang-ambing di lautan, pasokan makanan mereka habis. Tidak ada alat pancing, jala, atau apapun yang dapat menjadi alat bantu mendapatkan ikan kala itu. Setelah berhari-hari dalam kondisi seperti ini, akhirnya salah satu pelaut mendapatkan ide: supaya mereka dapat selamat, salah satu dari mereka harus berkorban. Bocah kecil itulah yang dipilih, tentu karena bocah ini yang paling lemah, dan bocah ini juga bukan salah satu dari mereka. Demikianlah dari hari ke hari, sedikit demi sedikit, sepotong demi sepotong, sesuap demi sesuap, mereka mulai memakan bocah ini hidup-hidup. Pada akhir cerita tiga orang pelaut ini selamat dan dibawa ke pengadilan atas tuduhan pembunuhan seorang manusia bernama Richard Parker, sang bocah.<br /><br />Kembali ke Richard Parker sang harimau. Setelah beberapa minggu hanya dua makhluk yang berada dalam sekoci. Pi dan Richard Parker. Pi harus bertahan hidup dan dari titik inilah cerita menjadi benar-benar hidup.<br /><br />Pada bagian-bagian akhir, cerita ini mulai menyimpang ke arah surealis-magis. Pertemuan dengan koki perancis buta yang terombang-ambing di lautan pasifik sampai pada pendaratan di sebuah pulau, yang kemudian diketahui bahwa ternyata pulau ini adalah kumpulan ganggang karnivora. Saya sedikit bingung pada titik ini, kesia-siaan, pikir saya. Sebuah cerita yang sudah dibangun di atas fondasi yang kokoh dan nyata harus berakhir seperti ini. Tapi kemudian, Martel membanting kembali cerita ini ke fondasinya yang kokoh. Pada saat Pi selamat dan dirawat di sebuah rumah sakit di Meksiko, ia didatangi dua orang Jepang yang bertugas untuk menyelidiki kecelakaan kapal yang dinaiki Pi, setalah mendengar cerita Pi mereka menyatakan keraguannya. Tidak mungkin, sahut kedua Jepang itu, seorang bocah, sebuah sekoci, dan seekor harimau terlalu sulit dipercaya oleh akal sehat. Terlebih lagi pulau karnivora dan pertemuan dengan koki perancis. Pada saat inilah Pi menceritakan versi lain cerita ini yang 'tanpa binatang-binatang' jika itu dapat memuaskan pikiranmu yang kering dan tanpa imajinasi, ucapnya. Tentu saja andalah yang memilih antara 'versi dengan binatang-binatang' dan 'versi lain yang tanpa binatang-binatang' yang kering dan tidak imajinatif.<br /><br /><span style="FONT-STYLE: italic">“If you stumble at mere believability,” Pi replies, “what are you living for?… Love is hard to believe, ask any lover. Life is hard to believe, ask any scientist. God is hard to believe, ask any believer.”<br /></span><span style="FONT-STYLE: italic"><br /></span></div>Ikhsanhttp://www.blogger.com/profile/14743883581739911250noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-27853109.post-1162216549995280082006-10-30T19:58:00.000+07:002007-08-15T17:54:23.809+07:00Bergulat dengan Wikipedia<div style="TEXT-ALIGN: justify">Saya ingat pengalaman pertama saya dengan ensiklopedia. Ketika itu saya berada di rumah kakek. Seperti biasa, ketika umur saya masih 4 - 5 tahun, orang tua saya selalu menitipkan saya dan teteh di rumah kakek. Di ruang tamu rumah kakek, berdiri rak buku yang sangat tinggi, di dalamnya terdapat bermacam-macam buku. Ketika itu saya tertarik dengan deretan buku yang memiliki warna sampul yang sama dan tebal-tebal. Saya tidak tahu ketika itu bahwa deretan buku itu memiliki nama, ensiklopedia. Ingin rasanya mengambil buku berwarna tersebut, tapi tidak bisa karena rak itu tertutup kaca. Saya hanya bisa melongo di depan rak dan mengetuk-ngetuk kaca itu sampai kaca itu mengeluarkan bunyi seperti mau pecah.<br />Biasanya jika ingin melihat isi ensiklopedia itu, saya meminta bantuan pada sepupu saya. Ia akan mengambilkan salah satu buku ensiklopedia itu dan membantu saya membuka-buka halamannya. Saya belum dapat membaca ketika itu, namun saya senang sekali melihat gambar-gambar yang ada dalam ensiklopedia itu.<br />Mungkin karena alasan itu mamah membelikan saya seri buku pengetahuan lengkap. Ada kurang lebih selusin buku, dan setiap buku membahas satu subjek tertentu saja, seperti misalnya burung, reptilia, atau gurun. Yang lucu adalah ketika saya kecil buku-buku ini dititipkan di ua saya, biar tidak dirusak oleh saya yang masih kecil. Baru sekitar dua tahun lalu saya mendapatkan kembali buku-buku ini. Sepertinya ingatan mengenai buku ini hilang bersamaan dengan meninggalnya mamah belasan tahun lalu. Baik saya maupun ua yang dititipi buku-buku ini lupa sama sekali.<br /></div><div style="TEXT-ALIGN: justify">Sekarang, saya jadi suka wikipedia. Saking sukanya, jika misalnya saya sedang ada di angkot dan tiba-tiba ingat akan suatu subjek, <span style="FONT-STYLE: italic">time travel</span> misalnya, saya akan mencatat subjek ini di HP dan kemudian pergi ke warnet untuk mencarinya di wikipedia. Saya mulai penasaran mengenai subjek ini ketika beberapa hari yang lalu saya menonton suatu acara unik di TVRI. Acaranya kurang lebih mengenai hal-hal apa saya yang mungkin atau tidak mungkin, seperti misalnya telekinesis, telepati, dan lainnya. <span style="FONT-STYLE: italic">Time travel</span> ini termasuk subjek yang tidak mungkin, tapi lucunya ada beberapa orang yang mengaku pernah mengalaminya. Tidak hanya satu orang saja, tapi tidak tanggung-tanggung satu keluarga sekaligus. Ceritanya ada satu keluarga dari perancis yang sedang berlibur ke Spanyol. Karena kemalaman mereka menginap di hotel yang tidak terkenal di pinggiran kota. Hotel tersebut menarik perhatian mereka, karena hotel itu benar-benar <span style="FONT-STYLE: italic">old fashioned</span>. Mulai dari lobi, kamar sampai tempat tidur. Keluarga ini merasa bahwa mereka sedang berada di abad pertengahan atau semacamnya. Hal yang membuat mereka tambah penasaran adalah pada saat mereka akan membayar - saya agak lupa bagian ini, antara tarifnya terlalu murah atau uang mereka tidak berlaku - . Yah begitulah, setelah membayar mereka pergi dari hotel itu. Beberapa hari kemudian, karena penasaran mereka bermaksud untuk mengunjungi hotel itu lagi. Anehnya, setalah mengubek-ngubek daerah pinggiran kota, mereka tidak dapat menemukan hotel aneh itu lagi! Jadi, kesimpulan yang keluarga ini buat adalah bahwa pada saat itu mereka terlempar ke masa lalu dan menginap di hotel yang ada di masa lalu. Begitulah, boleh percaya atau tidak.<br />Menurut Stephen Hawking, <span style="FONT-STYLE: italic">time travel </span>tidak mungkin karena alasan yang sederhana. Jika <span style="FONT-STYLE: italic">time travel</span> mungkin terjadi tentu saja sekarang ini kita sedang dibanjiri turis dari masa depan. Hehe, bener juga sih, kalo emang mungkin, yah kurang lebih kita pasti mendokumentasikan kedatangan manusia dari masa depan kan. Logika ini sama dengan Paradoks Fermi tapi alih-alih manusia dari masa depan, Paradoks Fermi membahas mengenai alien.<br />Beberapa catatan yang ada di HP saya sekarang ini adalah TOEFL dan Gladiator. Hehe, sedikit penasaran soal TOEFL, soalnya saya ingin tahu nilai tertinggi untuk test TOEFL. Sedangkan untuk Gladiator, saya penasaran apakah para Gladiator itu benar-benar dibunuh pada saat Sang Kaisar memberikan tanda acungan jempol terbalik.<br />Hmm... Begitulah catatan blog saya untuk hari ini. Saya akan isi blog lagi mungkin 3 bulan lagi... :D<br /><br /></div>Ikhsanhttp://www.blogger.com/profile/14743883581739911250noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-27853109.post-1147348571662309402006-05-11T18:35:00.000+07:002007-08-15T17:54:50.797+07:00One step closer...Fiuuhhh akhirnya saya seminar juga. Selesai sudah satu tingkatan dalam menyelesaikan TA. Sekarang yang harus dilakukan adalah coding, the fun part :p. Actually, kalo saya tidak ikut lomba Imagine Cup yakin deh bisa lulus juli ini. Tapi, impian saya kan tidak hanya lulus kuliah saja. Jalan-jalan ke luar negeri juga salah satu impian dan imagine cup ini peluang terbesar saya untuk bisa jalan-jalan ke luar negeri. Ke India bough. Keep optimistic meski pun tim kami merupakan tim under dog karena tampaknya pihak microsoft Indonesia punya jagoan lain, huhu. Bagaimana pun, pertempuran belum dimulai dan tidak ada dalam kamusku kalah sebelum berperang. Semangat 45 deh, maju terus pantang mundur. Ayo ganteng, kamu bisa!!<br /><br />Pernikahan itu kehidupan yang kompleks yah. Baru saja tadi di tengah gerimis hujan, terjadi peristiwa yang semakin menegaskan saya untuk tidak menikah muda. Sambil nunggu hujan reda saya memutuskan makan sate kambing di jalan buah batu. Ketika sedang asyik-asyik melamun dan menunggu hidangan sate kambing satu porsi tiba-tiba terdengar kata-kata kasar yang keras sekali diteriakkan. Suara seorang wanita. Ternyata wanita itu sedang bertengkar dengan suaminya. Mereka bersahut-sahutan, bergantian mengeluarkan makian demi makian. Hal yang paling mengerikan adalah mereka melakukan ini di depan kedua anaknya. Kedua anaknya laki-laki. Anak yang lebih tua berusia sekitar 10 tahunan sedangkan adiknya sekitar 7 tahunan. Sang suami dan ayah bertengger dengan gagah di atas motornya sementara kedua anaknya dibonceng. Wajah-wajah ketakutan terpancar jelas sekali dari kedua anak itu. Sementara ibunya, berdiri di bawah guyuran gerimis, sedikit bersembunyi di deretan becak-becak yang sedang di parkir. Benar-benar sebuah tontonan yang luar biasa. Tukang pisang goreng, emang-emang tukang becak, semua berdecak-decak melihat adegan ini. Kapan lagi disuguhi adegan yang biasanya cuma bisa ditemui di sinetron? Kasihan anaknya harus melihat kedua orang tuanya saling mencaci maki, apalagi di usia mereka yang sangat muda. Saya sangat yakin adegan ini akan menancap cukup dalam di ingatan kedua anak itu. Tapi akhirnya tontonan gratis ini pun berakhir. Diawali dengan ancaman sang suami agar sang istri mau ikut pulang. Sang istri berteriak dengan nyaring "Tidak sudi aku ikut pulang denganmu!!". Ancaman sang suami dilakukan berulang-ulang, lagi dan lagi. Entah karena bosan atau malu akhirnya sang istri mengikuti keinginan suaminya. Keluarga kecil tak bahagia ini pun lalu berlalu dari pandangan saya. Mereka berempat pergi dengan menaiki motor bebek hitam yang lecet di sana sini. Tak heran, mungkin karena motor itu selalu dimuati empat penumpang.<br /><br />So, nikah itu bukan keputusan mudah. Sekali ambil jadi. Cinta saja tidak cukup. Harus ada kedewasaan karena jika saya gagal memimpin keluarga maka yang menderita tidak hanya saya. Setidak-tidaknya istri saya dan kemudian anak-anak saya. Benar-benar tanggung jawab yang besar.<br /><br />Anyways.. Kalo saya menikah nanti saya berdoa semoga Tuhan memberikan saya keluarga yang harmonis. Tidak harus sempurna, tapi yang penting bahagia. :DIkhsanhttp://www.blogger.com/profile/14743883581739911250noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-27853109.post-1147265904378390522006-05-10T19:41:00.000+07:002007-08-15T17:55:11.274+07:00Besok seminar haaaaaaaa!!!!Huweh setelah nunggu lama banget akhirnya seminar juga. Sebenernya dari jaman baru ditemuin dodol juga saya dah bisa seminar, tapi... napa yah?? mungkin karna kebiasaan nunda2 yang kronis ini nih :D Yah cukup seneng dan deg2an dikit, takutnya juga ada :P takut ga cukup orang yang dateng seminar, takut pas seminar dibantai, takut diketawain ;), takut ini dan takut itu... Hwewewe....<br />But... It's okey, that's life.... manusia mana sih yang hidupnya ga punya ketakutan2 :D yang penting saya punya resep manjur ngatasin semua ketakutan2,, which is... melamun dan mengkhayal ;) huhu.. Mengkhayal jadi orang kaya :p<br /><br />Besok pengujinya Bu Lia dan pesan Bu Ulfa, pembimbing saya, tuh "Hati-hati.. Ibu Lia adalah mantan dosen TA II yang tau banyak soal aturan penulisan TA... Kerjakan TA mu dengan baik2 nak.." beliau ngomong dengan muka serius dan penuh kekhawatiran -sebenernya pesannya dikirim lewat email sih tapi kayaknya kalo ketemu langsung kira2 ekspresinya kayak gitu lah :D-<br />Hehe... Penulisan TA gw kan... hamhemhom,,, you know lah..<br /><br />Saya mulai bertanya2 apa TA itu emang selalu kayak gini yah?? Semangat di awal2 tapi pas di tengah2 semangatnya amblas blas blas... Pas akhir2 semangatnya muncul lagi. Soalnya ngeliat temen2 udah ada yang selese programnya dan udah mesen tempat buat prasidang dan sidang... Waksss Wait for me guyyysssss!!!Ikhsanhttp://www.blogger.com/profile/14743883581739911250noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-27853109.post-1147244988787917952006-05-10T13:55:00.000+07:002006-05-10T19:59:41.240+07:00Always Happy IkhsanWahhh senangnya blog pertamaku... Hiks2.. Kuno banget yah, orang2 mah udah kemana dengan blognya, udah bikin ribuan posting kali, tapi saya, saya baru pertama kali bikin blog dan baru pertama kali bikin postingan buat blog.<br />Basically, i love writing, malem2 kalo lagi gada kerjaan, suka bikin tulisan-tulisan aneh dan ga jelas, hasilnya adalah beberapa curhatan dan cerpen2 surealis ;) Tapi.. Gada yang boleh liat tulisan saya makanya file tulisan2 saya di-zip dan di-password, so don't hope to read my writings okeh?<br />Kenapa always happy?? Because I am?? gitu kali yah, tapi kadang2 yang bikin bingung tuh komentar temen2 sendiri kalo ketemu : "San, kok kamu kusut sih?" "San lagi bete yah?" "San ada masalah apaan?" Heeee emang sapa yang bermasalah ya :p. Tampang saya tuh mang kayak gini dari sononya mungkin orang bilang mah udah bakat, always cemberut n nampak unhappy... Yup but inside i am always happy...Ikhsanhttp://www.blogger.com/profile/14743883581739911250noreply@blogger.com0