Saturday, December 30, 2006

Bu Rasmini

Kemarin, pada saat saya naik angkot buahbatu saya diingatkan dengan cerita masa lalu saya, cerita waktu saya masih bocah SMP kelas 2. Di angkot, saya bertemu dengan Bu Rasmini. Saya perlu mengatakan mengapa ini istimewa: Bu Rasmini bukanlah sembarang guru, ia adalah guru yang telah menebar teror di benak siswa-siswi SMP 13 kala itu. Raut mukanya selalu hemat senyum. Setidaknya selama masa-masa saya di SMP ini, saya tidak pernah sekalipun melihatnya tersenyum. Wajahnya yang dipenuhi oleh keriput dan bintik-bintik hitam tidak memancarkan apapun kecuali semangat untuk menjagal bocah SMP. Dan kemarin setelah kurang lebih tujuh tahun sejak terakhir saya melihatnya, wajahnya masih saja sama, aneh. Saya mengharapkan sosok yang lebih tua, tapi ternyata tidak, kontur mukanya, kulitnya, dan rambut keritingnya yang seperti ijuk semuanya sama dengan apa yang di ingatan saya. Aneh sekali bahwa banyak dalam hidup ini yang berubah, tapi ada beberapa hal yang diam saja, berkubang dalam tanah, enggan untuk berubah.

Ketika itu, jam pertama adalah pelajaran PPKn dengan guru Bu Rasmini. Ada beberapa peraturan yang harus dipenuhi selama mengikuti pelajarannya, pertama jelas adalah harus membawa buku dan LKS PPKn, kedua adalah selalu memakai seragam lengkap, mulai dari sabuk, nama, bet sekolah, sampai lencana, dan ketiga adalah peraturan yang paling aneh, tidak boleh ada siswa yang botak. Saya tidak tahu juga mengapa guru ajaib ini tidak menyukai pria botak, mungkin dulu pada masa mudanya dulu ia pernah patah hati dengan lelaki gundul, siapa tahu. Tapi pendek kata, semua orang tahu peraturan itu, dan tidak ada yang cukup bodoh untuk melanggar perintah Bu Rasmini.

Karena itu saya sangat kaget sekali ketika teman sebangku saya datang ke sekolah dengan kepala botak. Bodoh!! Begitu yang ada di benak saya. Apa yang kamu pikirkan? Apa kamu ingin dibantai? Menyerahkan lehermu ke tukang jagal saja lebih aman daripada datang ke kelas Bu Rasmini dengan kepala botak. Saya berpikir, dengan sedikit antusias sebenarnya, bahwa akan ada pertumpahan darah hari ini. Seseorang akan menangis, keras sekali. Saya sempat berpikir untuk pindah tempat duduk, soalnya bisa saja tanpa alasan yang jelas Bu Rasmini akan ikut memburu orang-orang di sekeliling teman saya yang malang itu. Dia mungkin saja akan mencari-cari kesalahan dan ikut-ikutan membantai saya juga. Tapi pikiran itu cepat berlalu, karena saya ingin duduk di kursi VIP untuk melihat pembantaian itu, dengan risiko apapun. Sepanjang pagi sebelum Bu Rasmini menancapkan batang hidungnya ke kelas kami saya mulai meledek-ledek dan menakut-nakuti teman saya. Saya bisa melihat raut muka teman saya sedikit demi sedikit diliputi kegelisahan, teror mulai nampak di seluruh tubuhnya, badannya yang gempal mulai bergerak-gerak tak tentu, tangannya beberapa kali menyapu kepalanya yang botak, seakan-akan menyesal telah mencukur habis rambutnya.

Tapi kemudian, hidup memang memiliki cara yang aneh untuk membalas kejahatan, dengan cara yang sangat tidak terduga. Dan saya sebagai pelaku kejahatan – puas dengan penderitaan orang lain – merasakan pembalasannya. Ketika Bu Rasmini masuk, ia langsung mengeluarkan lolongan meminta siswa-siswi mengeluarkan buku dan LKS PPKn untuk pemeriksaan rutin. Seperti saya bilang, saya mendapatkan balasannya, ternyata tanpa diduga saya lupa membawa buku PPKn! Ingin rasanya menangis, sebagian karena saya tahu saya akan dipermalukan sebagian juga karena dongkol betapa saya harus mengalami sendiri semua kata-kata yang saya ucapkan untuk teman saya. Saya ingat sekali, suara langkah kaku Bu Rasmini saat ia sedikit demi sedikit mendekat bangku saya, dan Demi Tuhan ia berhenti tepat di samping saya sambil mengeluarkan semacam teriakan Tarzan yang keras sekali, teriakan yang mengekspresikan rasa puas. Kemudian dengan semangat yang membara ia mulai mempraktekan keahliannya, merenggut kepercayaan diri dan harga diri dari seorang bocah SMP yang sudah ketakutan setengah mati. Ia mengatakan bahwa apapun yang membentuk seorang siswa teladan pasti saya tidak memilikinya. Tidak berguna, tidak bisa melakukan tugas paling sederhana pun, orang seperti ini, ia katakan dengan berapi-api, pasti hanya akan berakhir di tempat pembuangan sampah di belakang sekolah dan memulung sisa-sisa manusia lain hanya untuk bertahan hidup... Oke, ia memang tidak mengatakan dengan tepat seperti itu, tapi rasa-rasanya kata-kata itu yang menempel di telinga saya.

Begitulah, di akhir aumannya ia mengeluarkan saya dari kelas. Saya harus menunduk malu keluar dari ruangan kelas. Semua mata sepertinya memandang saya, tidak ada yang cukup mabuk untuk mengeluarkan komentar, teman-teman saya hanya bisa terpana saja, berharap bahwa hal mengerikan seperti ini tidak akan terjadi pada mereka. Begitulah, sampai akhir pelajarannya saya harus duduk di luar kelas, tanpa tahu apa yang harus saya lakukan. Saya cukup terpukul, karena sampai saat itu, saya tidak pernah mengalami hal seperti ini, saya tidak pernah harus keluar dari ruang kelas dengan kepala tertunduk. Dan ternyata teman saya selamat, mungkin tanpa disadari saya telah menyelamatkan teman saya. Bu Rasmini mungkin terlalu dikuasai oleh semangatnya mengeluarkan saya dari kelas sehingga ia melewatkan kepala mengkilat teman saya. Atau mungkin saja, dahaganya telah terpuaskan, untuk apa ia meneguk satu gelas lagi? Wong sudah tidak haus kok.

Makanya, dari pengalaman ini saya merumuskan Nilai Moral Ikhsan ke-1: ”Jangan pernah lupa bawa buku di pelajaran Bu Rasmini, sebelum menghina temanmu yang datang dengan kepala plontos!!” . Sungguh bodoh orang yang tidak meresapi Nilai Moral Ikhsan ke-1.

Saturday, December 23, 2006

Tolstoy vs Sartre

Sekitar dua minggu lalu saya pergi ke Togamas. Saya tidak sendirian sebenarnya, saya bersama teman saya Luki, ia yang menunjukkan toko buku ini, sebelumnya saya tidak pernah ke sini. Togamas adalah toko buku gaya baru. Toko buku yang menerapkan strategi samudra biru kalau kata Luki sih. Kita bisa mendapatkan kenyamanan membeli buku seperti di gramedia, dengan komputer pencari dan sebagainya, tambah juga kita mendapatkan diskon untuk setiap buku, 15%. Jadi toko buku ini adalah hibrida antara gramedia dan palasari. Memang sih diskonnya tidak mencapai 20% seperti palasari, tapi yah hitung-hitung biaya kenyamanan dibandingkan dengan palasari yang susunan bukunya benar-benar acak-acakan (contohnya Bandung Book Center).

Awalnya sih saya ingin mencari bukunya Pramoedya, terakhir baca bukunya tuh kira-kira waktu kelas tiga SMA, buku Rumah Kaca. Sebelumnya saya baca Bumi Manusia, jadi kalau hitungannya kwartet Pulau Buru saya sudah seenaknya loncat dari buku pertama langsung ke buku keempat. Loncat dua buku. Makanya saya mencari Anak Semua Bangsa, buku kedua, supaya alur ceritanya jadi jelas. Tapi sayang Anak Semua Bangsa habis, persis seperti di palasari. Di gramedia sih ada, tapi sedikit malas soalnya harganya 80 ribu, nanti deh kalau sudah dapat kerja.

Jadilah setelah browsing-browsing beberapa buku, akhirnya saya nyantol dengan kumpulan cerpen Leo Tolstoy, judul bukunya mengambil salah satu judul cerpennya: Tuhan Maha Tahu, tapi Dia Menunggu. Sebelumnya saya tidak tahu banyak tentang sosok peraih nobel yang satu ini. Saya hanya tahu kalau dia adalah penulis Rusia. Makanya, alam bawah sadar saya mulai berbuat nakal, dia langsung mencap Leo Tolstoy dengan tipikal orang-orang Rusia yang saya tahu dari film-film Hollywood: bau ( sepertinya sih), rambut acak-acakan, bicara asal-asalan, mabuk, jenggot tak terurus, dan yang paling gawat dan mengerikan dari semuanya, Komunis.

Kemudian, seperti juga semua prasangka, saya salah. Tolstoy bahkan mati sebelum Rusia menjadi negara komunis, ia mati tahun 1910. Jadi dapat dibilang Tolstoy hidup pada abad ke-19. Cerpen-cerpennya mengangkat tema utama permasalahan yang ada pada abad itu, yaitu masalah tuan tanah dengan petani, juga ada satu dua cerpen yang mengangkat kehidupan kaum borjuis Rusia. Tapi kemudian, cerpen-cerpennya pun tidak mengangkat masalah konflik antar kelas petani dan tuan tanah, tidak secara kentara. Saya melihatnya justru cerpen-cerpen Tolstoy bergulat dengan hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Serius! Suatu pukulan berat bagi prasangka saya sebelumnya, yang kadung menganggap bahwa Tolsytoy komunis dan kemudian secara otomatis juga ateis – maklum jebolan SD Orde Baru. Selalu saja ada pesan moral dalam cerpennya, membacanya seperti membaca ulang cerita Si Kancil Mencuri Ketimun. Suatu pengalaman baru.

Kemudian saya teringat Sartre, justru karena tidak ada titik temu di antara kedua tokoh ini. Tidak banyak orang yang tahu kalau berkat inspirasi dari Sartrelah saya merumuskan Hukum Pertama Ikhsan: Shit just happens for no reason (Hukum Ikhsan Ke-1). Saya sengaja tulis dalam Bahasa Inggris biar lebih greget, kalau-kalau ada yang belum bisa Bahasa Inggris, terjemahannya kira-kira seperti ini: Kemalangan terjadi begitu saja tanpa alasan. Yah kurang lebih cerpen-cerpennya Sartre selalu mengangkat tema yang selaras dengan Hukum Ikhsan Ke-1. Cerpen-cerpennya selalu menegaskan bahwa hidup dan mati manusia selalu berlalu begitu saja. Tanpa makna, tanpa arti. Semua kesakitan dan penderitaan manusia yang harus dialami juga sama, semuanya tanpa makna dan tanpa arti. Dunia yang gelap dan tanpa harapan. Setiap manusia seperti keledai dungu yang hanya menunggu ajal. Satu saat kita bisa saja hidup sehat dan kuat, tapi sedetik kemudian kita tiba-tiba mati, menghilang dari dunia ini, dan tidak ada orang yang dapat mengatakan kenapa harus seperti itu.

Sepertinya lucu juga kalau cerpen Tolstoy ditulis ulang oleh Sartre, maksud saya cerpen hasilnya pasti membuat dongkol pembaca. Tolstoy seringkali menggambarkan tokoh malang yang sepertinya kehidupan tidak pernah memihak dia. Namun, untung bagi pembaca, si tokoh pada akhirnya menemukan kebahagiaan sejati. Seperti misalnya di cerpen Ilyas, Alyosha, dan Tuhan Maha Tahu, tapi Dia Menunggu. Jadi setelah membaca cerpennya saya akan merasa tenang, karena ternyata di kehidupan ini ada sesuatu yang memang layak diperjuangkan dan jika kita berjuang cukup keras, pada akhirnya kita akan bahagia. Sartre merusak semua ini. Tidak! Ia bilang dengan tegas, manusia tidak ditakdirkan untuk bahagia, semua akan berakhir dengan kesia-siaan bukan kebahagiaan. Misalkan kita ambil satu cerpen sebagai contoh, katakanlah Tuhan Maha Tahu, tapi Dia Menunggu. Di cerpen aslinya, tokoh Aksenof melindungi dan memaafkan orang yang telah memfitnahnya, Makar, setelah sebelumnya Makar membuat Aksenof harus menghabiskan 26 tahun hidupnya sebagai narapidana di Siberia. Tapi kemudian, 26 tahun hidupnya tidak terbuang percuma, karena tepat setelah ia melindungi dan memaafkan orang yang telah memfitnahnya, Aksenof merasakan kebahagiaan sejati. Ia akhirnya mati dalam ketenangan. Coba saja cerita ini diserahkan kepada Sartre, setelah Aksenof melindungi dan memaafkan Makar, Makar malah menjerumuskan Aksenof ke dalam kemalangan untuk yang keduakalinya, dan pada akhirnya Aksenof harus hidup dan mati sia-sia. Tidak ada kebaikan di dunia ini, tidak ada kebahagiaan di dunia ini, semuanya adalah kesia-siaan. Tapi yah kedua penulis ini memang memiliki genre yang berbeda dan sulit sekali rasanya untuk mereka-reka bentuk suatu cerpen andaikata cerpen itu ditulis oleh orang yang berbeda.

Kalau harus memilih di antara kedua penulis ini, sepertinya saya harus memilih Sartre. Soalnya, setelah membaca Sartre saya akan merasa senang: Bagus!! Ternyata ada orang yang lebih sial dari saya. Sedangkan setelah baca Tolstoy, saya selalu bertanya-tanya: emang ada yah orang macam gini sekarang?? Jadi yah ini mah hanya soal selera. Silakan pilih yang kamu suka.

Monday, December 04, 2006

Ancient Newton

Saya selalu bertanya-tanya apakah setiap jaman memiliki model manusia suksesnya sendiri-sendiri. Pada saat ini misalnya, terutama di perkotaan, manusia tidak memiliki ketergantungan pada masyarakat sekitar untuk memenuhi kebutuhannya. Manusia menjadi teralienasi dari lingkungan tempat ia tinggal. Perasaan satu dengan komunitas menjadi suatu komoditas yang langka dan berkurang nilainya. Motivasi dari tindak tanduk seorang manusia terkerucutkan menjadi hanya pada pemenuhan kebutuhan aku saja. Tidak ada pertimbangan kepentingan masyarakat yang lebih luas. Pada masyarakat yang seperti itu, perilaku anti sosial ditolerir bahkan mewabah.

Newton adalah seorang anti sosial. Ia mati perawan dan hampir tidak pernah memiliki sahabat sejati. Ia nampaknya tidak memiliki kemampuan untuk menjalin suatu hubungan antar manusia dalam bentuk apapun. Namun, ia adalah seorang manusia yang dihormati sampai detik ini. Newton memang beruntung karena lahir pada abad di mana ilmu mulai memiliki kedudukan yang penting. Manusia mulai berpaling pada ilmu alam untuk menjelaskan keberadaannya di dunia ini.

Tapi bagaimana jika Newton lahir ribuan tahun silam. Pada saat manusia belum menghargai ilmu pengetahuan dan pada saat kemampuan untuk menjalin hubungan antar manusia mutlak diperlukan untuk bertahan hidup. Dapatkah manusia seperti Newton bertahan pada masa seperti itu?

Saya bisa membayangkan satu skenario jika Newton lahir ribuan tahun lalu, katakanlah pada masyarakat yang masih melakukan food gathering untuk bertahan hidup. Pada suatu sore setelah semua laki-laki dalam masyarakat itu pulang berburu – kecuali Newton tentu saja – dan wanita-wanitanya sedang mempersiapkan makanan, Newton tiba-tiba berdiri dan berteriak : “Bumi itu bulat seperti Batu!”. Tentu saja ini menimbulkan kegemparan. Tetua-tetua masyarakat itu langsung merapatkan apa yang harus mereka lakukan pada pemuda ini. Ada yang bilang usir saja, toh di sini pun ia tidak pernah melakukan apa-apa, hampir seharian ia hanya mengurung dirinya sendiri di bagian gua yang paling dalam dan di lain waktu ia pergi entah kemana sambil membawa benda-benda aneh buatannya dan baru kembali seminggu atau dua minggu kemudian. Beberapa bahkan mengusulkan yang lebih ekstrem lagi, penggal saja, itu karena beberapa minggu yang lalu Newton tertangkap meracuni pikiran anak-anak muda dengan mengatakan bahwa hujan bukanlah ludah dari Arkam, Dewa mereka yang agung, hujan datangnya dari sungai katanya. Huh orang bodoh saja tahu bahwa sungai bermuara ke laut bukan ke awan. Newton bahkan mengatakan pohon-pohon tidak memiliki roh penunggu!! Demi para Dewa!! Penghinaan apalagi yang akan dilakukan oleh pemuda Newton ini jika ia dibiarkan tetap hidup. Setelah perdebatan yang alot, akhirnya diputuskanlah bahwa pemuda Newton, jika ingin tetap hidup di tengah-tengah masyarakat ini tidak boleh mengeluarkan suara apa pun. Ia tidak boleh bicara dan diharuskan untuk lebih banyak membantu masyarakatnya. Bagaimanapun juga meskipun pikirannya miring dan tidak waras namun Newton masih muda dan memiliki tenaga yang cukup untuk bekerja meskipun hanya cukup untuk membantu para wanita.

Begitulah, mungkin karena itu orang-orang sekaliber Newton baru bermunculan di abad-abad sekarang. Beberapa ribu tahun yang lalu mereka tidak mendapatkan tempat.

Wednesday, November 29, 2006

Kesurupan

Indonesia.. Indonesia.. Penyakit-penyakit aneh nampaknya senang sekali menjangkiti negeri yang disebut-sebut sebagai zamrud khatulistiwa ini. Mulai dari polemik tayangan Smack Down yang sudah menyantap korban seorang bocah sembilan tahun, masalah lumpur Lapindo yang tidak tuntas-tuntas, sampai masalah yang menurut saya sangat lucu yaitu kesurupan. Kelucuannya bukan terletak pada kejadian kesurupan itu sendiri tapi dari cara orang-orang menanggapi dan mengatasi masalah ini.

Coba perhatikan di detik.com, kira-kira ada empat puluh berita bertajuk kesurupan. Semuanya mewartakan mengenai kesurupan yang terjadi di berbagai pelosok negeri ini. Ada juga beberapa komentar dari tokoh-tokoh masyarakat, misalnya dari ketua PWNU Jatim Ali Maschan Moesa, bapak yang satu ini berkomentar bahwa kesurupan adalah hal yang biasa, jin tidak akan menyakiti hanya menggoda saja, ujarnya seolah-olah sering berjumpa dengan makhluk gaib satu ini. Lain lagi reaksi dari Panglima TNI Marsekal Djoko Soeyanto, beliau memerintahkan jajarannya untuk mencermati kejadian ini karena menurutnya - meski dengan logika yang kabur - kejadian ini setara dengan berbagai teror bom yang terjadi dan kemungkinan besar akan mengancam kesatuan NKRI. Wah gawat juga, mungkin menurut bapak jendral kesurupan merupakan usaha teror dari para dedemit dan makhluk halus kepada kita - entah karena alasan apa.

Untungnya dari sekian tanggapan dan reaksi masih ada satu komentar yang waras. Psikolog UI Sartono Mukadis mensinyalir bahwa kejadian ini hanyalah masalah labilitas kepribadian. Dulu, sahutnya, pada masa-masa jaya Ali Sadikin banyak sekali bangunan dibongkar, namun tidak pernah ada kejadian kesurupan (menanggapi komentar bahwa kesurupan terjadi karena jin-jin terusir dari bangunan yang dibongkar). Justru pada sekarang ini, pada saat tayangan mengenai alam gaib berjamur, kesurupan terjadi di mana-mana. Yah jadi ini semua hanya masalah psikologi saja.

Seperti yang sudah saya bilang, yang lucu adalah bukan kejadiannya, tapi tanggapan dan reaksi masyarakat terhadap fenomena ini. Menurut saya sendiri fenomena ini menarik karena dua alasan. Pertama, karena mayoritas yang terjangkiti kesurupan adalah perempuan. Kedua adalah karena fenomena ini selalu berawal dari satu titik. Maksudnya adalah ada seorang yang mengalami kesurpuan lalu tiba-tiba beberapa orang lain ikut-ikutan kesurupan.

Kenapa mayoritas perempuan? Saya ingat dulu pernah membaca koleksi pidato psikolog Sigmund Freud dan pada salah satu pidatonya ia menerangkan mengenai percobannya untuk menyembuhkan wanita yang terkena penyakit histeria. Histeria adalah salah satu jenis conversion disorder dalam psikologi. Perhatikan definisi conversion disorder yang saya dapatkan dari wikipedia :

"Conversion Disorder
is a DSM-IV diagnosis which describes neurological symptoms such as weakness, sensory disturbance and attacks that look like epilepsy but which cannot be attributed to a known neurological disease. It is most common in the developing world and lower socio-economic groups where access to healthcare and neurological investigation is poor."

Coba kita amati kata-kata terakhir dari definisi ini ..developing world and lower socio-economic groups where access to healthcare and neurological investigation is poor.. membacanya saya jadi ingat suatu negara, negara apa ya??

Pada akhir abad ke-19 dan awal abad 20 sindrom histeria mewabah di Eropa, terutama bahkan hampir semua dialami oleh wanita karena itulah penyakit ini biasa diacu sebagai female hysteria daripada hysteria saja. Coba lihat grafik di bawah ini yang saya ambil dari wikipedia:


Grafik ini menunjukkan tesis dari psikiater di perancis mengenai histeria. Terlihat bahwa pada akhir abad 19 sampai awal abad 20 jumlah tesis di bidang ini meningkat tajam, namun setelah tahun 1910 jumlah tesis menurun drastis. Penurunan ini mungkin karena sudah sedikitnya penderita histeria pada awal abad 20 yang disebabkan meningkatnya taraf sosial ekonomi masyarakat Eropa itu sendiri.

Kesurupan yang marak terjadi sekarang mungkin adalah fenomena yang sama seperti female hysteria yang terjadi di Eropa seabad lalu. Tentu saja kalo kita mau dengan serius menanggapi masalah ini tak usahlah dengan memanggil dukun-dukun segala. Coba tingkatkan saja taraf sosial dan ekonomi masyarakat.

Beranjak ke alasan kedua. Kesurupan itu menular. Tidak heran sebenarnya, karena dalam ilmu psikologi pun dikenal namanya collective hysteria atau mass hysteria. Sekali lagi saya harus meminta tolong wikipedia untuk definisi mass hysteria:

"Collective hysteria, or mass hysteria, is the sociopsychological phenomenon of the manifestation of the same hysterical symptoms by more than one person. It may begin when a group witnesses an individual becoming hysterical during a traumatic or extremely stressful event. A potential symptom is group nausea, in which a person becoming violently ill triggers a similar reaction in other group members."

Histeria massa ini saya pikir tidak terjadi dalam batasan suatu ruang dan waktu tertentu saja. Kejadian kesurupan demi kesurupan di berbagai tempat juga bisa dikatakan sebagai histeria masa. Misalnya seorang siswi SMP melihat seorang buruh wanita kesurupan di TV, saking ketakutannya esoknya secara tiba-tiba ia mengalami histeria yang diikuti beberapa temannya, begitu seterusnya. Jadi jelas media pun ikut andil dalam memperparah kondisi ini dengan menakut-nakuti masyarakat - menyebut kejadian ini sebagai kesurupan pun sudah termasuk menakut-nakuti masyarakat. Kondisi masyarakat kita yang pada umumnya memiliki taraf sosial ekonomi yang rendah jelas memudahkan penyebaran histeria massa ini.

Yah sebagai penutup, untuk para tokoh masyarakat ada baiknya untuk berpikir rasional dan tidak memperkeruh situasi dan semakin membuat masyarakat ketakutan. Sekian ah...

Monday, November 27, 2006

Other version...

Ada apa sih dengan feminisme? Banyak sekali wanita yang menyuarakan emansipasi, persamaan, dan jargon-jargon lainnya. Contoh sederhananya adalah kakak perempuan saya sendiri. Di rumah ia sering sekali berkicau mengenai masalah-masalah seperti ini. Misalnya jika di TV ada tayangan kekerasan kepada perempuan, ia akan merasa senang sekali, dan berkata dengan puas "Nah kan!! Apa saya bilang...". Intinya adalah ia merasa bahwa ada semacam diskriminasi gender yang ada dengan sendirinya dan kadang kala tanpa disadari. Suatu hegemoni pria atas wanita yang mendapatkan pembenarannya dari sistem masyarakat yang berlaku saat ini.
Buat saya sendiri sepertinya kok diskriminasi seperti ini tidak terlalu kentara yah? Apa karena saya laki-laki? Saya tidak pernah merasa dibedakan atau misalnya diistimewakan oleh masyarakat karena saya seorang pria. Kalau antri di bank, misalnya, saya kan tidak punya hak khusus untuk dilayani terlebih dahulu daripada perempuan.

Tapi bagaimanapun juga masalah feminisme ini dapat dilacak pada momen-momen paling awal penciptaan manusia. Coba baca cerita berikut ini:
Sekitar lima juta tahun lalu, di suatu sore yang cerah, Tuhan memutuskan untuk berjalan-jalan di bumi. Ia melihat berbagai ciptaan-Nya dan memutuskan bahwa sekaranglah waktu yang tepat untuk menciptakan 'Manusia'. Lalu dengan terburu-buru Ia memanjat kembali ke surga, kemudian menciptakan seorang manusia yang Ia beri nama Siti Hawa.
Mulailah masa-masa Hawa di surga. Ia berjalan ke sana kemari. Minum susu dari sungai dan memakan buah dari pepohonan tanpa harus susah payah memanjat. Setelah ia lelah berjalan-jalan, ia mulai memperhatikan satu jenis hewan yang ada di surga - kerbau tepatnya, siapa bilang tidak ada kerbau di surga? - . Kerbau itu tidak berjalan sendirian, tapi selalu dua-dua, berpasangan. Dengan keheranan Hawa bertanya kepada Tuhan.
Hawa : "Tuhan, mengapa mereka berjalan berpasang-pasangan?"
Tuhan: "Itu karena mereka adalah suami istri Hawa."
Hawa : "Mengapa saya tidak memiliki pasangan? Tuhan, saya juga ingin memiliki pasangan hidup..."
Tuhan, karena ia adalah Tuhan, tentu sudah tahu masalah yang akan timbul karena permintaan ini. Kemudian dengan bijaksana menjawab,
Tuhan : "Tentu saja saya bisa memberikan pasangan kepadamu. Pasanganmu akan berbeda denganmu, dalam banyak hal sebenarnya. Tubuhnya akan lebih besar, lengan-lengannya lebih kuat dan kekar. Ia bisa membangunkanmu rumah, ia bisa membawa hewan seperti kerbau ke bawah kakimu. Namun, semua itu ada harganya. Pasanganmu yang akan Aku ciptakan ini, memiliki bawaan yang keras. Ia sangat egois, tidak mau kalah, dan suka menang sendiri. Ia tidak suka diatur-atur olehmu. Ia merasa sebagai makhluk paling pintar di muka bumi ini, meski sebenarnya pasanganmu itu adalah salah satu makhluk terbodoh yang pernah Aku ciptakan selama ini. Nah, sekarang kamulah yang harus memilih apakah masih mau memilki pasangan yang seperti ini?"
Hawa, karena ia adalah perempuan, langsung menjawab tanpa berpikir,
Hawa : "Aku mau,, Tak apalah, asalkan aku memiliki pasangan juga."
Melihat keinginan Hawa yang kuat ini, Tuhan pun akhirnya luluh juga. Mulailah ia menciptakan manusia lain yang ia beri nama Adam. Tepat sebelum Adam mulai bangun, Tuhan berteriak pada hawa,
Tuhan : "Nah, sekarang Hawa, cepat-cepat sembunyi!! Jangan sampai Adam tahu bahwa Aku menciptakanmu lebih dulu, tidak baik untuk egonya..."

Hihi, kira-kira seperti itu ceritanya. Jadi, kesimpulannya adalah semua gonjang-ganjing soal feminisime ini semua adalah salah perempuan. Kenapa juga sedari awal Hawa meminta Tuhan menciptakan kaum pria??

Sunday, November 05, 2006

Life of Pi

Yann Martel menulis Life of Pi pada tahun 2001. Namun, buku ini baru keluar di Indonesia pada tahun 2005. Sepertinya ini sudah menjadi pola, buku-buku bagus selalu terlambat 4 atau 5 tahun untuk diterjemahkan ke Bahasa Indonesia. Tidak ada pasar mungkin, atau mungkin juga tidak ada kejelian dari pihak penerbit untuk mengetahui buku mana yang bagus atau tidak sehingga perlu untuk dilempar ke pasaran. Biasanya setelah buku tersebut beredar setahun dua tahun di pasaran dan kemudian menjadi hit, di-shortlisted untuk penghargaan tertentu barulah para penerbit sudi untuk bersusah payah menerjemahkan dan lalu melepasnya ke khalayak.

Buku ini memperoleh penghargaan Man Booker Prize, meskipun dengan banyak anggapan bahwa pemberian penghargaan ini adalah suatu kesalahan. Alasannya sederhana saja, Yann Martel dituduh melakukan plagiarisme. Martel dianggap mencuri gagasan dari penulis Brazil keturunan Yahudi, Moacyr Scliar, meskipun Martel dalam novelnya sudah menuliskan rasa terima kasih pada penulis Brazil ini. Scliar pun menuntut meskipun kemudian dibatalkannya setelah lobi-lobi yang dilakukan oleh Martel.

Terlepas dari semua tudingan dan perkara ini, The Life of Pi adalah novel yang bagus, jika enggan mengatakan luar biasa. Seperti yang dikatakan oleh salah satu tokohnya, "Setelah mendengar cerita ini, kamu akan percaya pada Tuhan". Cerita luar biasa ini berkisah mengenai pejuangan bertahan hidup seorang bocah bernama Piscine Moritol Patel - Pi. Pi, pada suatu malam di tahun 1977, karam di tengah samudra pasifik. Hanya ia satu-satunya manusia yang berhasil selamat dan dengan aman berada di atas sebuah sekoci. Namun, Pi tidak menyangka bahwa ia bukanlah satu-satunya makhluk yang selamat, karena di sekoci itu terdapat seekor hyena, zebra yang patah kakinya, seekor tikus, orang utan betina, dan yang paling mengejutkan adalah kehadiran seekor harimau Royal Bengal seberat 225 kilogram bernama Richard Parker.

Pemilihan nama Richard Parker sendiri ternyata cukup unik. Martel mengatakan bahwa pemberian nama Richard Parker pada harimau Royal Bengal tersebut diinspirasi setidaknya oleh tiga buah kisah. Sayangnya saya hanya mengingat satu kisah saja, karena kisah nyata ini sedikit membuat bulu kuduk berdiri. Pada tahun 1840, sebuah kapal tenggelam, hanya empat orang yang selamat. Tiga orang di antaranya adalah awak kapal sedangkan seorang lagi adalah penumpang kapal yang masih bocah. Setelah dua minggu terombang-ambing di lautan, pasokan makanan mereka habis. Tidak ada alat pancing, jala, atau apapun yang dapat menjadi alat bantu mendapatkan ikan kala itu. Setelah berhari-hari dalam kondisi seperti ini, akhirnya salah satu pelaut mendapatkan ide: supaya mereka dapat selamat, salah satu dari mereka harus berkorban. Bocah kecil itulah yang dipilih, tentu karena bocah ini yang paling lemah, dan bocah ini juga bukan salah satu dari mereka. Demikianlah dari hari ke hari, sedikit demi sedikit, sepotong demi sepotong, sesuap demi sesuap, mereka mulai memakan bocah ini hidup-hidup. Pada akhir cerita tiga orang pelaut ini selamat dan dibawa ke pengadilan atas tuduhan pembunuhan seorang manusia bernama Richard Parker, sang bocah.

Kembali ke Richard Parker sang harimau. Setelah beberapa minggu hanya dua makhluk yang berada dalam sekoci. Pi dan Richard Parker. Pi harus bertahan hidup dan dari titik inilah cerita menjadi benar-benar hidup.

Pada bagian-bagian akhir, cerita ini mulai menyimpang ke arah surealis-magis. Pertemuan dengan koki perancis buta yang terombang-ambing di lautan pasifik sampai pada pendaratan di sebuah pulau, yang kemudian diketahui bahwa ternyata pulau ini adalah kumpulan ganggang karnivora. Saya sedikit bingung pada titik ini, kesia-siaan, pikir saya. Sebuah cerita yang sudah dibangun di atas fondasi yang kokoh dan nyata harus berakhir seperti ini. Tapi kemudian, Martel membanting kembali cerita ini ke fondasinya yang kokoh. Pada saat Pi selamat dan dirawat di sebuah rumah sakit di Meksiko, ia didatangi dua orang Jepang yang bertugas untuk menyelidiki kecelakaan kapal yang dinaiki Pi, setalah mendengar cerita Pi mereka menyatakan keraguannya. Tidak mungkin, sahut kedua Jepang itu, seorang bocah, sebuah sekoci, dan seekor harimau terlalu sulit dipercaya oleh akal sehat. Terlebih lagi pulau karnivora dan pertemuan dengan koki perancis. Pada saat inilah Pi menceritakan versi lain cerita ini yang 'tanpa binatang-binatang' jika itu dapat memuaskan pikiranmu yang kering dan tanpa imajinasi, ucapnya. Tentu saja andalah yang memilih antara 'versi dengan binatang-binatang' dan 'versi lain yang tanpa binatang-binatang' yang kering dan tidak imajinatif.

“If you stumble at mere believability,” Pi replies, “what are you living for?… Love is hard to believe, ask any lover. Life is hard to believe, ask any scientist. God is hard to believe, ask any believer.”

Monday, October 30, 2006

Bergulat dengan Wikipedia

Saya ingat pengalaman pertama saya dengan ensiklopedia. Ketika itu saya berada di rumah kakek. Seperti biasa, ketika umur saya masih 4 - 5 tahun, orang tua saya selalu menitipkan saya dan teteh di rumah kakek. Di ruang tamu rumah kakek, berdiri rak buku yang sangat tinggi, di dalamnya terdapat bermacam-macam buku. Ketika itu saya tertarik dengan deretan buku yang memiliki warna sampul yang sama dan tebal-tebal. Saya tidak tahu ketika itu bahwa deretan buku itu memiliki nama, ensiklopedia. Ingin rasanya mengambil buku berwarna tersebut, tapi tidak bisa karena rak itu tertutup kaca. Saya hanya bisa melongo di depan rak dan mengetuk-ngetuk kaca itu sampai kaca itu mengeluarkan bunyi seperti mau pecah.
Biasanya jika ingin melihat isi ensiklopedia itu, saya meminta bantuan pada sepupu saya. Ia akan mengambilkan salah satu buku ensiklopedia itu dan membantu saya membuka-buka halamannya. Saya belum dapat membaca ketika itu, namun saya senang sekali melihat gambar-gambar yang ada dalam ensiklopedia itu.
Mungkin karena alasan itu mamah membelikan saya seri buku pengetahuan lengkap. Ada kurang lebih selusin buku, dan setiap buku membahas satu subjek tertentu saja, seperti misalnya burung, reptilia, atau gurun. Yang lucu adalah ketika saya kecil buku-buku ini dititipkan di ua saya, biar tidak dirusak oleh saya yang masih kecil. Baru sekitar dua tahun lalu saya mendapatkan kembali buku-buku ini. Sepertinya ingatan mengenai buku ini hilang bersamaan dengan meninggalnya mamah belasan tahun lalu. Baik saya maupun ua yang dititipi buku-buku ini lupa sama sekali.
Sekarang, saya jadi suka wikipedia. Saking sukanya, jika misalnya saya sedang ada di angkot dan tiba-tiba ingat akan suatu subjek, time travel misalnya, saya akan mencatat subjek ini di HP dan kemudian pergi ke warnet untuk mencarinya di wikipedia. Saya mulai penasaran mengenai subjek ini ketika beberapa hari yang lalu saya menonton suatu acara unik di TVRI. Acaranya kurang lebih mengenai hal-hal apa saya yang mungkin atau tidak mungkin, seperti misalnya telekinesis, telepati, dan lainnya. Time travel ini termasuk subjek yang tidak mungkin, tapi lucunya ada beberapa orang yang mengaku pernah mengalaminya. Tidak hanya satu orang saja, tapi tidak tanggung-tanggung satu keluarga sekaligus. Ceritanya ada satu keluarga dari perancis yang sedang berlibur ke Spanyol. Karena kemalaman mereka menginap di hotel yang tidak terkenal di pinggiran kota. Hotel tersebut menarik perhatian mereka, karena hotel itu benar-benar old fashioned. Mulai dari lobi, kamar sampai tempat tidur. Keluarga ini merasa bahwa mereka sedang berada di abad pertengahan atau semacamnya. Hal yang membuat mereka tambah penasaran adalah pada saat mereka akan membayar - saya agak lupa bagian ini, antara tarifnya terlalu murah atau uang mereka tidak berlaku - . Yah begitulah, setelah membayar mereka pergi dari hotel itu. Beberapa hari kemudian, karena penasaran mereka bermaksud untuk mengunjungi hotel itu lagi. Anehnya, setalah mengubek-ngubek daerah pinggiran kota, mereka tidak dapat menemukan hotel aneh itu lagi! Jadi, kesimpulan yang keluarga ini buat adalah bahwa pada saat itu mereka terlempar ke masa lalu dan menginap di hotel yang ada di masa lalu. Begitulah, boleh percaya atau tidak.
Menurut Stephen Hawking, time travel tidak mungkin karena alasan yang sederhana. Jika time travel mungkin terjadi tentu saja sekarang ini kita sedang dibanjiri turis dari masa depan. Hehe, bener juga sih, kalo emang mungkin, yah kurang lebih kita pasti mendokumentasikan kedatangan manusia dari masa depan kan. Logika ini sama dengan Paradoks Fermi tapi alih-alih manusia dari masa depan, Paradoks Fermi membahas mengenai alien.
Beberapa catatan yang ada di HP saya sekarang ini adalah TOEFL dan Gladiator. Hehe, sedikit penasaran soal TOEFL, soalnya saya ingin tahu nilai tertinggi untuk test TOEFL. Sedangkan untuk Gladiator, saya penasaran apakah para Gladiator itu benar-benar dibunuh pada saat Sang Kaisar memberikan tanda acungan jempol terbalik.
Hmm... Begitulah catatan blog saya untuk hari ini. Saya akan isi blog lagi mungkin 3 bulan lagi... :D

Thursday, May 11, 2006

One step closer...

Fiuuhhh akhirnya saya seminar juga. Selesai sudah satu tingkatan dalam menyelesaikan TA. Sekarang yang harus dilakukan adalah coding, the fun part :p. Actually, kalo saya tidak ikut lomba Imagine Cup yakin deh bisa lulus juli ini. Tapi, impian saya kan tidak hanya lulus kuliah saja. Jalan-jalan ke luar negeri juga salah satu impian dan imagine cup ini peluang terbesar saya untuk bisa jalan-jalan ke luar negeri. Ke India bough. Keep optimistic meski pun tim kami merupakan tim under dog karena tampaknya pihak microsoft Indonesia punya jagoan lain, huhu. Bagaimana pun, pertempuran belum dimulai dan tidak ada dalam kamusku kalah sebelum berperang. Semangat 45 deh, maju terus pantang mundur. Ayo ganteng, kamu bisa!!

Pernikahan itu kehidupan yang kompleks yah. Baru saja tadi di tengah gerimis hujan, terjadi peristiwa yang semakin menegaskan saya untuk tidak menikah muda. Sambil nunggu hujan reda saya memutuskan makan sate kambing di jalan buah batu. Ketika sedang asyik-asyik melamun dan menunggu hidangan sate kambing satu porsi tiba-tiba terdengar kata-kata kasar yang keras sekali diteriakkan. Suara seorang wanita. Ternyata wanita itu sedang bertengkar dengan suaminya. Mereka bersahut-sahutan, bergantian mengeluarkan makian demi makian. Hal yang paling mengerikan adalah mereka melakukan ini di depan kedua anaknya. Kedua anaknya laki-laki. Anak yang lebih tua berusia sekitar 10 tahunan sedangkan adiknya sekitar 7 tahunan. Sang suami dan ayah bertengger dengan gagah di atas motornya sementara kedua anaknya dibonceng. Wajah-wajah ketakutan terpancar jelas sekali dari kedua anak itu. Sementara ibunya, berdiri di bawah guyuran gerimis, sedikit bersembunyi di deretan becak-becak yang sedang di parkir. Benar-benar sebuah tontonan yang luar biasa. Tukang pisang goreng, emang-emang tukang becak, semua berdecak-decak melihat adegan ini. Kapan lagi disuguhi adegan yang biasanya cuma bisa ditemui di sinetron? Kasihan anaknya harus melihat kedua orang tuanya saling mencaci maki, apalagi di usia mereka yang sangat muda. Saya sangat yakin adegan ini akan menancap cukup dalam di ingatan kedua anak itu. Tapi akhirnya tontonan gratis ini pun berakhir. Diawali dengan ancaman sang suami agar sang istri mau ikut pulang. Sang istri berteriak dengan nyaring "Tidak sudi aku ikut pulang denganmu!!". Ancaman sang suami dilakukan berulang-ulang, lagi dan lagi. Entah karena bosan atau malu akhirnya sang istri mengikuti keinginan suaminya. Keluarga kecil tak bahagia ini pun lalu berlalu dari pandangan saya. Mereka berempat pergi dengan menaiki motor bebek hitam yang lecet di sana sini. Tak heran, mungkin karena motor itu selalu dimuati empat penumpang.

So, nikah itu bukan keputusan mudah. Sekali ambil jadi. Cinta saja tidak cukup. Harus ada kedewasaan karena jika saya gagal memimpin keluarga maka yang menderita tidak hanya saya. Setidak-tidaknya istri saya dan kemudian anak-anak saya. Benar-benar tanggung jawab yang besar.

Anyways.. Kalo saya menikah nanti saya berdoa semoga Tuhan memberikan saya keluarga yang harmonis. Tidak harus sempurna, tapi yang penting bahagia. :D

Wednesday, May 10, 2006

Besok seminar haaaaaaaa!!!!

Huweh setelah nunggu lama banget akhirnya seminar juga. Sebenernya dari jaman baru ditemuin dodol juga saya dah bisa seminar, tapi... napa yah?? mungkin karna kebiasaan nunda2 yang kronis ini nih :D Yah cukup seneng dan deg2an dikit, takutnya juga ada :P takut ga cukup orang yang dateng seminar, takut pas seminar dibantai, takut diketawain ;), takut ini dan takut itu... Hwewewe....
But... It's okey, that's life.... manusia mana sih yang hidupnya ga punya ketakutan2 :D yang penting saya punya resep manjur ngatasin semua ketakutan2,, which is... melamun dan mengkhayal ;) huhu.. Mengkhayal jadi orang kaya :p

Besok pengujinya Bu Lia dan pesan Bu Ulfa, pembimbing saya, tuh "Hati-hati.. Ibu Lia adalah mantan dosen TA II yang tau banyak soal aturan penulisan TA... Kerjakan TA mu dengan baik2 nak.." beliau ngomong dengan muka serius dan penuh kekhawatiran -sebenernya pesannya dikirim lewat email sih tapi kayaknya kalo ketemu langsung kira2 ekspresinya kayak gitu lah :D-
Hehe... Penulisan TA gw kan... hamhemhom,,, you know lah..

Saya mulai bertanya2 apa TA itu emang selalu kayak gini yah?? Semangat di awal2 tapi pas di tengah2 semangatnya amblas blas blas... Pas akhir2 semangatnya muncul lagi. Soalnya ngeliat temen2 udah ada yang selese programnya dan udah mesen tempat buat prasidang dan sidang... Waksss Wait for me guyyysssss!!!

Always Happy Ikhsan

Wahhh senangnya blog pertamaku... Hiks2.. Kuno banget yah, orang2 mah udah kemana dengan blognya, udah bikin ribuan posting kali, tapi saya, saya baru pertama kali bikin blog dan baru pertama kali bikin postingan buat blog.
Basically, i love writing, malem2 kalo lagi gada kerjaan, suka bikin tulisan-tulisan aneh dan ga jelas, hasilnya adalah beberapa curhatan dan cerpen2 surealis ;) Tapi.. Gada yang boleh liat tulisan saya makanya file tulisan2 saya di-zip dan di-password, so don't hope to read my writings okeh?
Kenapa always happy?? Because I am?? gitu kali yah, tapi kadang2 yang bikin bingung tuh komentar temen2 sendiri kalo ketemu : "San, kok kamu kusut sih?" "San lagi bete yah?" "San ada masalah apaan?" Heeee emang sapa yang bermasalah ya :p. Tampang saya tuh mang kayak gini dari sononya mungkin orang bilang mah udah bakat, always cemberut n nampak unhappy... Yup but inside i am always happy...